Ya, kerap terjadi dalam memberikan arahan ini, penjelasan atasan kepada bawahan tidak menerapkan logika berpikir yang dapat diserap oleh bawahan.
Patokannya hanya berdasar kebenaran menurut logika dari atasan saja, padahal belum tentu wajar dan logis menurut para bawahannya alias sukar dicerna. Sehingga tak sedikit bawahan yang enggak "mudeng" terkait apa yang jadi arahan tersebut.
Oleh karenanya di sini, atasan harusnya bisa menempatkan proporsi yang tepat dalam memberi arahan. Perlu kecermatan dalam menyampaikan arahan sesuai daya serap pemikiran para bawahan.
2. Menyampaikan secara dari hati ke hati.
Cara menyampaikan dan gaya penyampaian arahan sebenarnya tak perlu terlalu berlebihan.
Tidak perlu juga harus pasang mimik wajah sangar dan menakutkan biar keliatan tegas misalnya, tidak harus dengan modulasi suara yang garang biar keliatan disegani misalnya, enggak perlu begitu.
Yang begini ini malah membuat para bawahan jadi enggan menyerap arahan, terima sih terima, tapi biasanya malah masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Percuma bukan.
Sebaiknya menyampaikan arahan itu adalah secara dari hati ke hati, pancarkan aura mengorangkan (ngemong), dengan modulasi suara yang elegan.
Kalau begini, niscaya para bawahan akan menyerap apa yang jadi arahan dengan baik, dan mereka lebih mudah mencerna terkait arahan apa yang telah disampaikan.
3. Tegas tapi tetap santun.
Ketegasan memanglah diperlukan oleh atasan saat memberi arahan kepada para bawahan, tapi bukan berarti harus dibaluri dengan arogansi.