Ya, kota Balikpapan. Disinilah saya lahir. Di Balikpapan sendiri saya tinggal disuatu wilayah yang namanya kampung lembah damai. Artinya di kampung lembah damai inilah saya dibesarkan.
Dulu, saat saya masih kecil kampung lembah damai ini tidaklah ramai, masih sebuah kampung yang tidak terlalu padat, kampung yang dengan rumah-rumah warga kampung dan penduduk yang masih jarang, kawasannya pun masih rimbun dengan pepohonan.
Namun seiring waktu berjalan, kekinian kampung lembah damai sudah sangat ramai, karena sudah begitu banyak pendatang yang mendiami kampung saya ini.
Dulu, sebelum dipadati warga pendatang, kampung saya ini begitu kental keguyubannya di antara warga, gotong royongnya masih begitu kuat, kebersamaannya sangat solid.
Saya masih ingat saat kecil dulu bagaimana warga desa lembah damai saling gotong-royong dan bahu-membahu untuk berswadaya dalam menjaga kebersihan desa, membangun masjid, membangun poskamling, posyandu, dan fasilitas kampung lainnya.
Tak ketinggalan juga membangun lapangan bermain untuk anak-anak kampung, saya pun masih ingat bagaimana serunya masa kecil saya dulu saat bermain dengan teman sebaya dilapangan kampung.
Tradisi budaya kami seperti saling bahantaran rantangan makanan antar tetangga pun sering dilakukan untuk saling merekatkan persaudaraan, tradisi saling bahamparan antar warga untuk makan bersama digelar rutin sebulan sekali dilapangan kampung
Namun sering waktu, memang secara faktanya tidaklah dimungkiri, bahwa dengan semakin ramainya kampung kami oleh warga pendatang dan mulai merantaunya warga kampung ke berbagai tempat, ternyata apa-apa yang sudah saya uraikan tadi mulai tergerus.
Yang menyedihkan lagi sebenarnya adalah, justru kekinian kampung kami ini justru mayoritas warganya adalah para pendatang sementara warga asli kampung malah jadi minoritas.
Sehingga tradisi-tradisi yang dulu menjadi kearifan lokal kampung kami justru semakin tertekan dengan dominasi warga pendatang.Â
Memang sih, kami yang warga kampung asli masih bisa menerapkan tradisi kami, tapi enggak seperti dahulu, ini karena kami juga harus beradaptasi dengan kondisi kampung yang kian ramai dan terus dinamis berubah.
Ya, begitulah kampung saya kekinian, warga aslinya banyak yang merantau pergi meninggalkan kampung tapi warga pendatang justru berbondong-bondong merantau ke kampung kami.
Tradisi budaya dan kearifan lokal warga asli kampung semakin langka, tapi tradisi dan budaya warga pendatang semakin mendominasi.
Pernah adik-adik saya tertegun dan kaget mendapati fakta kampung halamannya kekinian ketika mudik ke kampung saya ini yang juga kampung halamannya tersebut. Apalagi setelah saya ceritakan yang menjadi kondisinya seperti sebelumnya di atas.
Disinilah kenapa saya begitu merindukan segalanya tentang kampung saya yang dahulu. Saya rindu tradisi bahantaran rantangan yang rutin seperti dulu, saya rindu tradisi bahamparan dilapangan kampung yang rutin seperti dulu, saya rindu merasakan keguyuban antar warga asli kampung kami, pokoknya saya selalu merindukan segalanya tentang kampung saya seperti yang dulu.
Ya, beginilah adanya kami warga asli kampung lembah damai ini, kami hidup di kampung sendiri tapi seperti jadi warga lain, atau dalam artian kami justru seperti jadi tamu di kampung sendiri.
Beginilah realitanya suatu kampung ketika warga asli kampung justru berbondong-bondong merantau meninggalkan kampungnya sendiri, sementara warga pendatang malah berbondong-bondong datang merantau ke kampung kami.
Tapi ya mau bagaimana lagi, kondisinya memang sudah begitu, terpenting adalah meskipun kekinian kampung kami lebih didominasi warga pendatang tapi kampung kami tetap damai seperti namanya yaitu kampung lembah damai.
Warga pendatang tetap menghormati dan menghargai kami-kami yang memang asli warga kampung damai, apalagi kepada para sesepuh kampung.
Kami pun begitu, meski kekinian kami warga asli kampung jadi minoritas di kampung sendiri tapi kami tetap wawas diri untuk beradaptasi dengan perkembangan kekinian kampung kami. Kami juga menghargai dan menghormati warga pendatang yang merantau ke kampung kami.
Inilah secuil kisah tentang kampung halaman saya, bagaimana kampung halaman Anda?
Samakah dengan kampung saya yang warga aslinya berduyun-duyun merantau sehingga kini kampungngya justru banyak didominasi warga rantau?
Mudah-mudahan kampung halaman Anda masih terjaga keasliannya, warganya masih merupakan warga asli kampung halaman Anda.
Demikian artikel ini, semoga dapat bermanfaat.
Artikel ke 95 tahun 2023.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H