Kita lagi ngerayain momen keberhasilan kerja teamwork eh ada kawan kita yang datar-datar saja, kita lagi diskusi bareng tentang langkah-langkah visoner kita ke depan eh ada kawan kita yang enggak gaduh alias biasa aja, menyendiri aja bawaannya dan keliatan Jaim banget deh.Â
Padahal sebenarnya dalam hatinya kepingin juga ikutan, tapi karena terlalu Jaim banget eh enggak jadi, ya gitu deh, pura-pura biasa dan datar enggak ada respon sedikitpun, padahal hatinya berontak dan bergelora ingin ikutan.
Apakah kalian punya rekan kerja yang bertipikal seperti ini? Atau malah Anda sendiri yang secara sadar atau tidak sadar berperilaku terlalu jaim pake banget pula?
Jaim atau diartikan jaga-image, sebenarnya sah-sah saja sih bila memang dilakukan untuk hal baik dan memproteksi diri untuk selalu menjaga sikap dan perilaku yang baik.Â
Namun Jaim jadi dirasa sangat berlebihan ketika Anda bekerja di kantor tapi tidak mau berbaur dengan rekan kerja yang lainnya, terlalu menutup diri, dan jarang bersosialisasi, sehingga terlihat lebih menunjukan sikap individualistis diri dibandingkan kebersamaan.
Inilah yang dimaksudkan dengan terlau Jaim di kantor, padahal enggak mesti harus begitu juga kan, namanya juga di kantor, pasti kita akan saling bersosialisasi dan berinteraksi satu sama lain bukan, akan saling memerlukan bukan, akan saling mendukung bukan, tidak ada yang bisa berdiri sendiri, semua jobdesc pasti saling berkaitan dan saling menopang.
Tentunya kedepan kalau sikap dan perilaku yang terlalu Jaim ini terus tertanam dalam diri, kedepannya akan muncul rasa tidak percaya dan nyaman di antara sesama rekan kerja. Bahkan justru jadi dikucilkan atau tanpa sengaja terkucil dengan sendirinya.
Terkadang soal terlalu Jaim ini pun karena salah mengartikan atau multitafsir jadi mengarah ke alasan mejaga citra diri, padahal citra diri sendiri adalah berkaitan dengan reputasi diri.Â
Kalau Citra diri yang mau ditampilkan atau ditunjukkan, maka beda lagi, ya yang dibangun atau di-branding itu adalah reputasi untuk menjaga nama baik, termasuk bisa jadi sosok panutan di kantor, atau jadi sosok berprestasi di kantor, jangan samakan dengan Jaim.Â
Makanya karena sering salah mengartikan inilah citra diri di artikan Jaim eh jadinya sikap dan perilaku malah berkembang jadi terlalu jaim, pake banget pula. waduh-waduh.Â
Sebenarnya kalau mau ditelisik sih Jaim ini kalu normal-normal saja akan sangat bermanfaat, sebab didalamnya terkandung tentang nilai atau value diri, termasuk moralitas dan nilai- nilai kebajikan dalam rangka dengan sadar menjaga nilai- nilai yang dipahami sebagai sesuatu yang baik dan pantas dipertahankan sebagi prinsip.
Terlalu Jaim justru akan bermetamorfosa jadi anti alias menolak akan lingkungan dan kultur kantor, tidak mau atau tidak suka dengan keadaan, terlalu Jaim juga berarti menolak kebersamaan di kantor dan tentu saja orang-orang yang seperti ini akan jadi kendala bagi soliditas teamwork dan kinerja kantor secara umumnya.
Jadi, daripada nantinya berujung terkucilkan dan parahnya adalah tersingkir dari "peradaban" kantor, buat apa terlalu Jaim, ada kalanya kita perlu kebebasan untuk mengekspresikan diri dan perlu mengejawantahkan diri dalam komunikasi maupun perbuatan dengan rekan-rekan kerja di kantor sebagai sebuah komunitas global secara umum dan demi membina kebersamaan dalam teamwork.
Nah, inilah sekiranya yang bisa penulis sarankan soal per-Jaim-an ini, Jaim sih boleh tapi mbok ya jangan juga terlalu jaim bahkan pake banget juga kali.
Terus bagaimana? Mau terlalu Jaim ditambah spesial pake banget atau yang normal dan wajar saja, tinggal bagaimana anda sajalah.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.
Artikel ke-41, tahun 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H