Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sudah, Jangan Sebar Video Aksi Kekerasan Mario Dandy Satriyo dan Tentang Getah Serta Imbasnya

24 Februari 2023   20:05 Diperbarui: 24 Februari 2023   20:20 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mario Dandy Satriyo (20) mengenakan baju oranye, pelaku yang menganiaya pria berinisial D (17) | KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo

Mario Dandy Satriyo (20), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo, ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora alias David (17), anak dari salah satu pengurus GP Ansor.

Mario Dandy Satrio dijerat dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002.

UU tersebut berkaitan tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat dengan ancaman pidananya adalah maksimal 5 tahun.

Imbas dari hasil perbuatan MDS atau Kasus MDS ini pun, maka Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk mencopot Rafael Alun Trisambodo (RAT) dari jabatan dan tugasnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas dasar melanggar Pasal 31 ayat 1 PP 94 Tahun 2021 mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Bahkan, entah mungkin karena merasa malu, tahu diri, atau apa, pada akhirnya RAT memilih mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai ASN/PNS.

Namun tak hanya itu, imbas dari Kasus MDS juga berdampak secara institusi, karena publik jadi menyoroti gaya hidup PNS Pajak dilingkungan Kemenkeu RI dan keluarganya yang dinilai hedonis atau bergaya hidup mewah dan pamer kekayaan yang nilainya berpuluh-puluh milyar rupiah.

Khalayak publik pun jadi gerah dan lantas curiga berasal dari manakah sumber kekayaan yang diperoleh tersebut, karena kekayaan tersebut dinilai tidak wajar dan logis.

Bahkan tak hanya sampai disini, ternyata KPK turun tangan untuk mengaudit PNS Pajak dilingkungan Kemenkeu RI terkait LHKPN.

Okelah, yang jelas MDS sudah ditangkap dan jadi tersangka, serta kedepan akan diadili, ayahnya RAT pun telah dapat sanksi adminstratif PNS.

Sehingga harapannya kedepan adalah, agar dapatnya kasus MDS ini dapat diusut tuntas dan dituntaskan secara tranparan dan berkeadilan, siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus MDS ini harus diusut tuntas.

Termasuk tentang LHKPN yang penulis uraikan sebelumnya, agar dapatnya ditindak lanjuti dengan serius oleh KPK dan pihak berwenang lainnya, jangan "panas-panas tahi ayam" belaka.

Pas sedang viral dan jadi sorotan publik baru gopoh kesana kemari mengaum bak singa murka, pas sudah mulai landai tetiba hilang taji.

Satu hal lagi yang patut disayangkan dari kasus MDS ini adalah, tersebarnya alias viralnya video aksi kekerasan MDS tersebut di jagat dunia maya.

Mario Dandy Satriyo (20) mengenakan baju oranye, pelaku yang menganiaya pria berinisial D (17) |KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo
Mario Dandy Satriyo (20) mengenakan baju oranye, pelaku yang menganiaya pria berinisial D (17) |KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo

Padahal jelas-jelas video aksi kekerasan MDS tersebut dapat berdampak pada psikis, mental dan perilaku, baik itu bagi orang dewasa ataupun anak-anak.

Orang dewasa saja bisa kena psikisnya dan mentalnya, bisa trauma atas kengerian dan kekejian aksi kekerasan ataupun penganiayaan kejam dalam video kekerasan MDS tersebut, apalagi anak-anak.

Yang jelas, kalau video aksi kekerasan MDS tersebut sampai ditonton oleh anak-anak, maka kerentanan risiko dampak buruknya sangat tinggi.

Hal ini karena, bisa menimbulkan trauma psikis dan mental, bahkan anak-anak bisa saja mencontoh apa yang terdapat dalam video kekerasan MDS tersebut. 

Atau dalam artian, mempertontonkan video tersebut sama saja sedang mengajari anak-anak berbuat sama seperti dalam video tersebut.

Yang patut dicamkan, anak-anak adalah peniru ulung. Bukan tidak mungkin kedepan akan ada MDS-MDS lainnya, bahkan aksinya bisa saja lebih keji dibanding MDS. Apa tidak bahaya kalau begini bukan.

Saya pun sangat menyesal sempat khilaf menonton video viral MDS tersebut, pasca menontonnya perasaan saya campur aduk, jadi terbayang-bayang kengerian kekerasannya, perasaan emosi dan ingin marah pada MDS, perasaan kasian pada D, perasaan dongkol dan dampak negatif lainnya.

Jadi, jelaslah tidak ada faedahnya sama sekali menyebarkan video aksi kekerasan MDS tersebut, maka sudahlah, jangan sebarkan video MDS tersebut. 

Pikirkan dan pertimbangkan masak-masak, apakah ada manfaat dan faedah pentingnya atau tidak. Kalau tidak ada manfaat dan faedahnya serta tidak penting, lebih baik setop sebarkan video tidak senonoh tersebut.

Demikian artikel singkat ini.

Artikel ke-36, tahun 2023.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun