Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Warung Kelontong dan Prinsip Rezeki Tidak Akan Tertukar

2 Desember 2022   08:34 Diperbarui: 2 Desember 2022   09:14 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar warung kelontong | Sumber Foto Shutterstock via Kompas.com

Ya, warung kelontong masih eksis dimana-mana, meskipun banyak bertumbuhan mini market, swalayan, waralaba ataupun gerai sejenis banyak berdiri, namun faktanya warung kelontong masih tetap bisa eksis dan bertahan.

Fenomena yang mengherankan memang, padahal kalau dipikir-pikir secara logika, dengan semakin menjamurnya mini market, swalayan, waralaba, maupun gerai-gerai sejenis, seharusnya warung kelontong ini terdampak. Namun nyatanya warung kelontong masih bisa bersaing dan masih bisa eksis.

Seperti halnya di sekitaran rumah penulis misalnya, berderet warung kelontong berjajar ditepi jalan, bahkan tak sedikit diantaranya baik satu warung kelontong dengan warung kelontong lainnya menjual produk yang seragam.

Bahkan enggak habis pikirnya lagi, warung kelontong saling bersebelahan tapi menjual produk yang seragam. Saling bersebelahan pun bersaing.

Bagaimana mereka menarik konsumen untuk belanja di warung masing-masing sementara produk yang dijual sejenis ataupun seragam saling bersebelahan pula.

Apakah para pemilik warung kelontong enggak takut rugi produk yang dijualnya enggak laku hingga kedaluwarsa karena enggak terjual-jual juga.

Nah, apa yang menjadi uraian penulis dari awal sampai di sini ini, maka inilah yang ingin penulis ungkap kenapa bisa begitu?

Deretan warung kelontong disekitaran rumah penulis | Dokumen Pribadi.
Deretan warung kelontong disekitaran rumah penulis | Dokumen Pribadi.

Deretan warung kelontong disekitaran rumah penulis | Dokumen Pribadi.
Deretan warung kelontong disekitaran rumah penulis | Dokumen Pribadi.

Nah, berkaitan dengan itu, saya coba menguaknya dengan berkonsultasi langsung kepada tetangga depan rumah penulis yang membuka usaha warung kelontong ini.

Ya, Tajuddin Noor, biasa disapa dengan panggilan Om Udin pemilik warung gaul pas depan rumah saya menjelaskan, bahwa dirinya paham banget adanya gempuran dan persaingan ketat dengan mini market, swalayan, waralaba dan gerai jual lainnya yang sejenis, termasuk persaingan dengan warung kelontong di lingkungan sekitar warung kelontong miliknya.

Namun Om Udin, tak patah arang, setiap dari kita itu punya rezeki masing-masing yang sudah diatur oleh Tuhan, kalau memang sudah rezeki enggak akan tertukar, terpenting kita tetap berusaha optimal dan percaya rezeki itu pasti datang bila kita selalu mau berikhtiar.

Ikhtiar dengan apa, sepeti misal prinsip biar untung sedikit asal rutin, biar kata warung kecil tapi tetap ramah beretika kepada konsumen, biarpun warung kecil kita tetap optimal melayani konsumen, biarpun warung kecil kita juga harus tetap bersih dan rapi.

Dengan begitu, konsumen jadi percaya pada warung kelontong kita, atau dengan kata lain, kita mengambil hati konsumen, sekalipun konsumen itu tetangga kita sendiri, dengan cara mengutamakan optimalisasi publik believe and publik servis, mau menerima saran dan masukan, bahkan besar hati menerima kritik bila ada ketidakpuasan ataupun komplain terhadap produk yang dijual warung kelontong kita.

Kalau para konsumen sudah menaruh hati dan kepercayaan kepada warung kelontong kita, biar kata banyak mini market, swalayan, waralaba ataupun gerai jual sejenis, maka konsumen tetap akan datang ke warung kelontong kita untuk membeli produk yang kita jual.

Selain itu, kita juga harus sering-sering belajar tentang perbisnisan, marketing, digitalisasi, perbankan maupun tentang permodalan, siapa tahu kita bisa kembangkan bisnis kita. Intinya yaitu itu tadi, selama kita tegar dan gigih berupaya, maka rezeki itu enggak akan ketuker.

Ilustrasi gambar warung kelontong | Sumber Foto via Kompas.com
Ilustrasi gambar warung kelontong | Sumber Foto via Kompas.com

Ya, begitulah kira-kiranya penjelasan Om Udin kepada saya tentang usaha warung kelontongnya, penjelasannya yang membuat saya terhenyak dan tertegun, pasalnya Om Udin yang sepintas penulis terka orangnya lugu, ternyata paham tentang bisnis, meskipun bisnisnya tingkat kecil-kecilan.

Inilah juga yang membuka pemikiran dan sekaligus menjawab apa yang selama ini menjadi tanda tanya saya, kenapa disekitaran lingkungan rumah saya ini berjejer warung kelontong.

Nah, inilah secuil masukan dan sharing dari saya terkait warung kelontong yang tak lekang oleh waktu dan tetap bisa bertahan hingga kekinian. Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun