Ya, resign prematur, inilah yang sering banget diberlakukan oleh fresh graduate milenial, baik itu generasi X, generasi Y, maupun generasi Z.
Belum juga apa-apa dalam bekerja tapi sudah enggak betah kerja, akhirnya resign. Baru juga menempuh masa probation udah enggak tahan mental, akhirnya resign.Â
Baru juga tercolek sedikit ujian dalam dunia kerja langsung terpengaruh "baperan" dan kena mental, akhirnya resign.
Sedikit-sedikit ada yang enggak cocok dihati terus resign, sedikit-sedikit ada yang enggak pas dihati terus resign.
Belum juga menunjukan kinerja terbaik, termasuk mutu dan kualitas, tapi sudah mengutamakan idealisme dan berekspektasi tinggi, seperti menuntut gaji harus besar misalnya, kerjaan harus sesuai passion misalnya, dan sebagainya.
Sehingga karenanya, ketika apa yang jadi idealisme dan ekspektasi tinggi tersebut enggak kesampaian langsung memutuskan resign.
Gambang baperan, gampang kena mental, terlalu sumbu pendek, terlalu "pasang tarif tinggi" tentang diri, dan ketika semuanya terlanda dalam diri, akhirnya resign.
Ya, berbagai hal di ataslah kira-kiranya yang menjadi gambaran resign prematur yang kerap kali diberlakukan oleh para fresh graduate (kalangan milenial X,Y,Z).
Padahal, mengarungi ataupun berkelana dalam dunia kerja terkait perkembangan dan pencapaian karier itu enggak bisa instan, butuh proses lebih dahulu.
Semestinya yang diutamakan itu adalah jalani dulu proses tumbuh kembangnya, energik dalam hal etos kerja, berjuang gigih dengan kinerja, tunjukan mutu dan kualitas, sampai akhirnya matang dan dewasa.