Saya pernah terenyuh dan prihatin ketika keponakan saya pernah curhat ataupun sharing dengan saya saat dia harus pulang tertunduk lesu, bahkan menangis tersedu-sedu gara-gara dirinya gagal interview.
"Om, apa setiap interviewer itu kalau meng-interview pelamar kerja itu selalu menjatuhkan dan mencari celah untuk memojokkan pelamar kerja ya om?"
"Enggak begitu kok, memangnya kenapa?"
"Ah, enggak gimana om, buktinya saya om, sering kali pas interview kerja selalu digituin om, interviewer-nya sering bikin saya ah eh ah eh enggak bisa jawab, keliatan banget niatnya mau menjatuhkan dan memojokkan saya om."
"Udah gini aja, kapan ada waktu datang aja tempat om, biar om kasih tahu siasat dan strategi "bertempur" saat interview."
"Siap Om."
Ya, begitulah kira-kira curhatan keponakan saya via telpon kepada saya, ya ternyata memang masih cukup banyak berlaku bahwa interviewer itu kesannya terlalu overacting alias tinggi hati dan merasa paling hebat.
Tidak sedikit juga interviewer berlaku kalau bisa mengagalkan wawancara pelamar kerja merasa menang dan merasa kompeten sebagai interviewer.
Kalau saya sih, sejauh pengalaman saya pernah mengepalai perusahaan radio saya dan juga pernah punya pengalaman di bidang HR, maka interviewer yang tipikalnya seperti yang saya ulas di atas enggak bakalan saya percaya jadi interviewer pelamar kerja.
Ya, kalau saya, menugaskan interviewer untuk meng-interview pelamar kerja itu setidaknya patokannya adalah dia perlu memiliki empat syarat soft skill di bawah ini:
Pertama, memiliki kemampuan empathy (memahami pelamar kerja)
Jangan karena posisinya sudah jadi interviewer, eh jadi lupa kalau dirinya dulu pernah jadi pelamar kerja dan pernah di interview juga, sehingga terkesan arogan dan sombong.
Ya. Interviewer itu semestinya memiliki kemampuan untuk empati, yaitu memahami apa yang dirasakan oleh pelamar kerja dan mampu melihat sesuatu dari sudut pandang pelamar kerja.
Interviewer juga harus mampu membayangkan diri sendiri ketika dia berada pada posisi pelamar kerja, apalagi sebelumnya interviewer pernah berada di posisi jadi pelamar kerja.
Kedua careness (kepedulian untuk welas asih)
Jangan mentang mentang karena posisinya jadi interviewer eh jadi justru menganggap meremehkan dan menyepelekan setiap para pelamar kerja, inilah yang namanya tinggi hati.
Interviewer itu perlu memiliki kemampuan untuk peduli dan welas asih terhadap pelamar kerja, peka untuk membantu menuntun pelamar kerja dengan bijak, serta peduli untuk rendah hati ataupun murah hati.
Ketiga, memiliki kemampuan compassion (rasa kasih sayang)
Compassion merupakan gabungan dari sikap welas asih dan empati, interviewer dengan compassion harusnya mampu membantu meringankan beban yang dirasakan oleh pelamar kerja.
Sehingga timbullah rasa kasih sayang untuk memahami perasaan pelamar kerja dengan tidak menyakiti hati pelamar kerja.
Termasuk nemberikan respon positif untuk tidak merendahkan posisi pelamar kerja atau dengan kata lain mampu mengorangkan pelamar kerja.
Keempat, memiliki kindness (kebaikan hati)
Interviewer itu juga harus punya attitude yang baik, termasuk mampu bersikap baik hati kepada pelamar kerja.Â
Niatnya murni untuk membongkar potensi, bakat, talenta, dan kompetensi pelamar kerja, bukannya umek untuk sengaja cari-cari kesalahan pelamar kerja.
Yang jelas, pelamar kerja itu bukan pesaing interviewer, interview bukan perlombaan antara interviewer dan pelamar kerja.
Jadi tidak ada alasan untuk berbangga hati atau merasa menang bila berhasil menggagalkan interview pelamar kerja.
-----
Ya, memang realitanya kekinian, tidak sedikit interviewer yang justru lebih mengedepankan rasa tinggi hati bila berhadapan dengan pelamar kerja termasuk meremehkan pelamar kerja.
Kesannya justru merasa sok paling hebat, sok paling punya kuasa, sehingga interviewer malahnya enggak bisa menjaga wibawanya sendiri dihadapan pelamar kerja.Â
Atau dengan kata lain, justru kelihatan banget mutu dan kualitasnya adalah interviewer yang kelas ecek-ecek. Enggak pengalaman dan enggak kompeten.
Nah, inilah yang bisa saya referensikan kepada Anda yang dipercaya sebagai interviewer oleh kantor Anda. Jadi ya mudahan bisa jadi saran dan masukan yang baik.
Intinya, artikel saya ini bukan bermaksud mengajari, namun mengajak untuk saling berbaik hati dan berbagi kebaikan, untuk lebih matang dan dewasa jadi interviewer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H