Nah, ternyata mulai tahun 2017 inilah perjalanan radio saya mulai semakin terasa sulit karena himpitan gempuran dunia internet dan dunia digital internet.
Persaingan dengan media di internet semakin keras, disrupsi media sosial mulai dari YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, hingga media online, banyak merebut "kue" usaha siaran Radio.
Iklan-iklan, sponsor-sponsor, mulai enggan melirik radio, kalaupun masih dapat, itu pun hanya tersisa remah-remahnya saja dan itupun masih rebutan dengan yang lainnya, termasuk radio saya, bahkan perkembangannya radio-radio tetangga pun mulai bertumbangan karena semakin sulit bertahan.
Ya, tahun 2017, saya pakpok alias, enggak rugi enggak untung. Sebelum akhirnya, pada, tahun 2018, saya benar-benar rugi. Setiap bulannya saya harus nombokin biaya operasional radio.
Tahun 2019 saya masih terus merugi setiap bulan terus saja nombok biaya operasional, sehingga saya mulai mengurangi jumlah karyawan dan penyiar, apalagi pada akhir tahun 2019 ini mulailah pandemi Covid-19 melanda.
Tahun 2020, saya semakin terpuruk, ini karena pandemi Covid-19 semakin menggila dan benar-benar banyak menghancurkan dunia usaha, termasuk saya.
Ya, tahun pada 2020 ini, karena utang saya untuk memodalin Radio semakin menumpuk, belum lagi utang bank untuk modalin radio saya nunggak, sementara saya juga harus menghidupi keluarga. Maka dengan berat hati, saya memutuskan menjual sebagian ataun 50 persen saham radio kepada pihak lain.
Artinya, Radio ini sekarang bukan lagi milik saya sepenuhnya, dan saya harus terikat dengan MoU bersama pemilik modal yang lainnya.
Ya, memang akhirnya dari menjual sebagian saham ini saya bisa bayar utang, termasuk melunasi pinjaman bank saat memodali tombokan operasional Radio.
Tapi, saya sebenarnya agak berat melepas saham ini. Namun ya mau bagaimana lagi, kalau tidak begitu bagaimana radio saya bisa bertahan, bagaimana saya bisa lepas dari himpitan utang.