Mengelola sekolah ataupun lembaga pendidikan berbasis asrama memang tidaklah mudah, sebab memang perlu pedoman, aturan, prinsip, dan berbagai aspek penting lainnya untuk keberlangsungan pendidikan yang bermartabat dan memadai sesuai kurikulum pendidikan.
Nah, berkaitan dengan sekolah berbasis asrama ini, maka dalam hal ini penulis ingin membagikan pengalaman ketika penulis pernah menempuh pendidikan di lembaga pusat pendidikan Kementrian Pertahanan dan TNI AD yang secara umumnya tidak jauh berbeda dengan sekolah berbasis asrama.
Ya, dalam hal ini penulis pernah mengalami jadi siswa didik di Pusdiklat Kemhan, Pusdikpengmilum TNI AD, dan Pusdikajen TNI AD.
Yang tentunya dalam setiap Pusdik tersebut terdapat bermacam-macam siswa di dalamnya sesuai dengan jenis pendidikan, yaitu pendidikan dasar dan pembentukan, pendidikan pengembangan umum, pendidikan kejuruan, dan pendidikan pengembangan spesialisasi.
Siswa Militer dan siswa PNS berbaur menjadi satu, ada tingkatan siswa didik senior dan junior, serta ada tingkatan grade pendidikannya.
Tingkat pendidikan dasar dan pembentukan adalah grade paling dasar, sementara tingkatan lainnya menyesuaikan yaitu, tingkat menengah, dan tingkat ahli.
Kemudian dibagi lagi, ada siswa tamtama dan PNS Golongan I, ada siswa Bintara dan PNS Golongan II, serta ada Siswa Perwira ke atas dan PNS Golongan III ke atas.
Dalam satu kelasnya tidak melulu satu kelas itu militer semua, tapi ada dalam satu kelas antara siswa Militer dan siswa PNS bergabung dalam satu kelas.
Jadi, bila berdasar yang penulis uraikan tadi di atas, maka memang benar adanya, kalau kerentanan konflik antar siswa dalam satu lembaga pendidikan berbasis asrama bisa saja terjadi.