Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ketahanan Pangan Budidaya Gandum, Kenapa Tidak?

15 Agustus 2022   20:42 Diperbarui: 18 Agustus 2022   08:00 1730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar mi instan | Dokumen gambar Pixabay

Tanaman gandum memanglah bukan tanaman asli daerah tropis, namun bukan berarti juga tanaman gandum tidak bisa tumbuh atau ditanam di daerah tropis seperti Indonesia, tapi tentunya kalau ada upaya yang serius dari pihak pemerintah melalui Kementrian Pertanian, maka potensi untuk budidaya tanaman gandum ini bukanlah hal yang tidak mungkin. 

Apalagi pemerintah juga telah mencanangkan program ketahanan pangan, tentunya memang akan banyak tantangan yang harus dihadapi agar tanaman gandum ini bisa bertumbuh kembang.

Namun, kalau pemerintah maupun stakeholder lainnya mau mengupayakan, maka tentunya potensii budidaya tanaman gandum ini sebenarnya bisa diterapkan.

Sebabnya juga, hampir semua produk makanan yang dikonsumsi baik itu mi instan, roti, ayam goreng tepung, makanan cepat saji, jajanan di pinggir jalan seperti gorengan, mi ayam, siomay, dan lain sebagainya bahan bakunya membutuhkan bahan baku gandum.

Khususnya kalau bicara soal konsumsi mi instan yang sudah jadi makanan favorit seluruh lapisan masyarakat Indonesia ini yang kabarnya mi instan naik harga berlipat-lipat (tiga kali lipat), ya jelas saja sedikit banyaknya masyarakat akan sangat terdampak.

Ilustrasi gambar mi instan | Dokumen gambar Pixabay
Ilustrasi gambar mi instan | Dokumen gambar Pixabay

Tentunya juga, kalau mi instan bakal semakin mahal atau kabarnya naik hingga tiga kali lipat ini, jelas akan mempengaruhi daya beli masyarakat termasuk juga secara keseluruhannya terkait bahan makanan lainnya yang membutuhkan bahan baku gandum.

Sejauh ini juga, gandum yang juga merupakan bahan baku pembuatan tepung terigu ini atau produk turunan dari tanaman gandum ternyata Indonesia masih ketergantungan untuk terus mengimpor dari negara-negara penghasil gandum antara lain, Ukraina, Rusia, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Argentina, dan Perancis.

Apalagi, semenjak terjadi konflik perang Ukraina vs Rusia, soal gandum pun turut berdampak atas ekspor gandum ke berbagai negara, termasuk salah satunya adalah Indonesia yang masih sangat ketergantungan atas impor gandum dan tentunya juga ini sangat mengkhawatirkan, karena konsumsi gandum Indonesia masih ketergantungan dengan impor gandum yang hampir mencapai 100%.

Bila merujuk pada data BPS pada tahun 2019, ternyata konsumsi gandum masyarakat Indonesia adalah 30,5 kg/tahun, dengan rata-rata petumbuhan konsumsi gandum per kapita penduduk Indonesia dari tahun 2014-2019 adalah berkisar 19,92%.

Masih menurut data BPS juga, ternyata pada tahun 2019, Indonesia resmi menjadi negara pengimpor gandum terbesar di dunia mengalahkan Mesir. 

Total anggaran yang dibutuhkan untuk mengimpor gandum ternyata mencapai sekira 1,6 milliar US Dollar atau Rp 23,2 trilliun ($1 = Rp 14.500) guna mendatangkan tanaman asli sub tropis ini ke Indonesia.

Inilah yang kiranya harus jadi perhatian pemerintah, oleh karenanya dalam hal ini, pemerintah seyogianya dapat mencari solusi dalam rangka ketahanan pangan gandum untuk dapat dibudidayakan di Indonesia, sehingga tidak melulu harus tergantung terhadap negara lain dalam hal impor gandum. 

Ilustrasi gambar budidaya gandum | Dokumen foto via Sindonews.com
Ilustrasi gambar budidaya gandum | Dokumen foto via Sindonews.com

Sebenarnya juga Kementerian Pertanian RI sempat membahas soal prospek pertanaman gandum, hal ini karena beberapa wilayah di Indonesia diperkirakan cocok untuk pengembangan gandum, yaitu di NTT dan sebagian Papua yang memiliki iklim mikro yang cocok untuk pertanaman gandum.

Bahkan, bila merujuk pada data Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementan RI, potensi pertanaman gandum paling besar adalah di Papua, yaitu sekira 976 ribu ha, kemudian kalau di NTT bisa dikembangkan sampai sekira 52 ribu ha. 

Namun sayangnya, hingga kekinian prospek budidaya gandum ini tidak ada kejelasan soal keseriusan tindak lanjutnya oleh pemerintah, karena buktinya Indonesia masih saja sangat ketergantungan impor gandum dari negara lain, sehingga yang terjadi adalah terus dan terus mengimpor saja tanpa ada upaya mencari solusi ataupun langkah kongkret untuk mengatasi ketergantungan impor gandum ini.

Padahal Indonesia mempunyai cukup potensi dan sumber daya dari beberapa hasil penelitian prospek seperti tadi yang penulis ulas di atas, tapi pada kenyataannya pemerintah belum bisa memanfaatkan semua potensi soal budidaya gandum ini.

Yang jelas soal gandum ini, pemerintah berperan sangat penting dan juga harus bertanggung jawab agar Indonesia bisa menghasilkan gandum sendiri dan sudah seharusnya juga menyadari bahwa saat ini kondisi Indonesia sudah sangat tergantung terhadap impor gandum, karena yang pasti juga, soal ketergantungan impor gandum ini menyedot APBN dalam jumlah besar.

Oleh karenanya pemerintah dan para pihak berwenang lainnya, termasuk stakeholder harusnya sudah waktunya untuk bersinergi menindak lanjuti ketergantungan impor gandum ini dengan langkah konkret dan mencari solusinya, guna ketahanan pangan soal gandum di Indonesia.

Pemerintah dengan wewenangnya seyogianya harus mengajak semua pihak pemangku kepentingan ataupun stakeholders untuk duduk bersama guna memecahkan bersama soal ketergantungan impor gandum ini.

Seperti membuat sebuah perencanaan peta jalan (road map) misalnya, memanfaatkan wilayah Indonesia yang lahannya sekiranya bisa prospektif bisa ditanami pengembangan gandum misalnya, dan sebagainya. 

Tapi entahlah, kesemuanya ini hanya tergantung pemerintah saja mau atau tidak, namun yang jelas kalau merujuk pada prospek bahwa gandum punya peluang untuk bisa dibudidayakan di indonesia kenapa tidak, kalau pemerintas serius.

Maka ketahanan pangan budidaya gandum di Indonesia setidaknya bisa mengurangi ketergantungan impor gandum Indonesia, bahkan dapat menekan biaya atau meringankan beban APBN Indonesia.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun