Irjen Pol Ferdy Sambo (FS), seorang Polisi Jenderal Bintang dua menangis tersedu-sedu alias mewek termehek-mehek, karena merasa terhina dan terdzalimi.
Akibat mendapat laporan terkait perbuatan ajudannya Brigadir Joshua yang melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya di Magelang sehingga melukai harkat martabat keluarganya.
Ya, begitulah jebakan psikologis yang diskenariokan oleh FS kepada berbagai pihak, termasuk pihak Kompolnas terkait terjadinya insiden tembak menembak di eks Rumah Dinasnya di duren tiga, dengan tujuan dapat simpati dan kepercayaan atas kejadian yang menimpanya dan keluarganya.
Padahal faktanya tidak begitu, fakta sesungguhnya adalah tidak ada insiden tembak menembak, yang ada adalah pembunuhan berencana, bahwa Brigadir Joshua ditembak mati oleh RE, atas Perintah FS, dibantu oleh RR, dan KM, kemudian FS menembaki dinding berkali-kali menggunakan pistol milik Brigadir J untuk menskenariokan seolah telah terjadi insiden tembak menembak.
Namun sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, ketika akhirnya RE "bernyanyi" terkait peristiwa yang sebenarnya.
Pada akhirnya ketahuanlah kebusukan atas kejahatan FS, bahwa ternyata kasus Brigadir j adalah pembunuhan berencana dan akhirnya juga, FS, RR, KM, RE ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, dengan jeratan pasal 34o KUHP, subsider 338 KUHP Jo 55 dan 56, dengan ancaman terberat hukuman mati.
Begitulah babak demi babak, episode demi episode kasus Brigadir Joshua yang ternyata terkait motifnya pun belum berani dirilis secara resmi dan transparan kepada publik oleh pihak Polri, padahal Menkopolhukam Mahfud MD sudah menyentil sedikit banyaknya tentang motif pembunuhan Brigadir Joshua.
Padahal Presiden RI Jokowi sampai empat kali menyoal kasus Brigadir J agar diusut tuntas dan transparan, serta jangan ada yang ditutup-tutupi, tapi kenyataannya masih saja ada yang terkesan ditutupi tutupi khususnya soal motif pembunuhan terhadap Brigadir Joshua. Sehingga terkait motif pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua terspekukasi semakin liar di khalayak publik.
Mengejutkannya lagi adalah ketika RE memutuskan tidak lagi menggunakan jasa kuasa hukumnya alias melakukan "PHK" terhadap Deolipa dan Boerhanudin untuk tidak mendampingi RE lagi.
Padahal Deolipa dan Boerhanudin baru juga sepekan menjadi pihak kuasa hukum RE, sehingga muncullah spekulasi soal "PHK" ini adalah keputusan sepihak dan bukan murni keputusan RE.
Pun juga laporan awal PC yang juga masih bungkam soal kasus Brigadir J belum juga dicabut, padahal semestinya dengan berdasar fakta yang ada bahwa kasus Brigadir J adalah pembunuhan berencana, maka seharusnya laporan awal PC tersebut sudah dicabut, apa lagi yang dilaporkan sudah meninggal dunia.
Bahkan Kabareskrim Komjen Agus sudah menyatakan bahwasanya kecil kemungkinan kasus Brigadir J ini seperti yang dilaporkan oleh PC sebelumnya.
Sehingga, akhirnya malah memicu spekulasi publik bahwa PC memberi laporan palsu, dan turut terlibat dalam pusaran kasus pembunuhan berencana Brigadir Joshua.
Jadi, jangan salahkan publik, kalau soal motif pembunuhan yang belum berani dirilis secara resmi oleh pihak Polri ini justru semakin liar, termasuk soal PC, karena faktanya juga PC pun masih bungkam.
Patut diingat, Presiden Jokowi sudah empat kali mengultimatum kasus Brigadir J ini, agar segera dituntaskan dan jangan ada yang ditutupi, tapi pada kenyataannya masih saja ada yang belum transparan.
Tentunya publik sangat menghargai atas kinerja seluruh pihak berwenang sejauh ini soal kasus brigadir J, mulai dari penetapan empat tersangka, mutasi besar-besaran hingga pemrosesan pelanggaran dan terhadap 31 personel Polri yang terlibat, jelaslah publik sangat mengapreasi dan menghargai itu.
Akan tetapi, yang jadi masalah itu, kasus Brigadir J ini terkesan maju mundur, terkesan masih ada yang ditutup-tutupi.
Padahal tersangka sudah jelas, fakta kasus sudah jelas bahwa kasus pembunuhan berencana, namun belum tuntas juga, padahal di depan sana masih ada tahapan selanjutnya yaitu proses pengadilan dan proses penegakkan hukum.
Karena bukan tidak mungkin kedepan, dalam proses pengadilan dan penegakan hukum ini pun terjadi berbagai benturan-benturan kepentingan, bahkan yang dikhawatirkan itu adalah justru putusan hukum para tersangka tidak setimpal dengan perbuatannya, yang lebih parah itu malahnya lepas dari jeratan hukum.
Apalagi kepercayaan publik soal penegakkan hukum di negeri ini masihlah jauh panggang dari api, apalagi bila melibatkan pejabat-pejabat tinggi dan kasus-kasus "kakap", jargon hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas masihlah menjadi persepsi soal penegakkan hukum oleh sebagian besar khalayak publik.
Yang jelas, proses selanjutnya terkait kasus Brigadir J dalam proses pengadilan dan penegakkan hukum ini pun amatlah penting dan perlu dikawal oleh publik.
Jadi, wajar juga kalau soal proses pengadilan dan proses hukum ini, publik menuntut transparansi, karena memang faktanya kasus Brigadir J ini sudah jadi konsumsi umum diseantero jagad nusantara ini.
Yang jelas juga, FS Cs telah menciderai muruah Polri dan membuat kegaduhan di masyarakat atas kejahatan mereka, sehingga sudah sepantasnyalah dapat sanksi yang setimpal atas tindak kejahatan yang diperbuat.
Yang tak kalah penting juga adalah, soal penghargaan Anumerta dan Kenaikan Pangkat Luar Biasa Anumerta (KPLBA) satu tingkat lebih tinggi dari pangkat sebelumnya kepada Brigadir Joshua, karena faktanya Brigadir Joshua gugur dalam tugas dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai ADC, ini juga harus jadi pertimbangan dan perhatian serius ke depan, agar kiranya dapat direalisasikan.
Ya, kasus Brigadir J ini adalah ujian besar bagi Polri dan kedepannya juga jadi ujian besar bagi pihak pengadilan dalam kaitannya dengan proses penegakkan hukum, termasuk pihak berwenang lainnya.
Oleh karenanya sudah sewajibnya pihak Polri dan pihak penegak hukum lainnya menjaga muruahnya sendiri termasuk muruah hukum di NKRI yang kita cintai bersama ini. Jadi, agar dapatnya segera tuntaskan kasus Brigadir J ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI