Karena seperti diketahui, bahwa wewenang mengangkat dan memberhentikan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ada pada presiden. Sehingga jelas bukan, kalau Kapolri Jenderal Listyo Sigit dinilai enggak becus menuntaskan kasus kematian Brigadir "J" oleh Jokowi, maka Jokowi berhak mencopot Listyo Sigit.
Jelas peringatan keras Jokowi untuk kesekian kalinya soal kasus Kematian Brigadir "J" ini, jadi tamparan keras bagi Listyo Sigit, karena secara tidak langsung Jokowi sedang mengultimatum dirinya dan mengancam mencopot jabatannya.
Dan ini tidak main-main, karena jarang-jarang Jokowi sampai mengambil sikap sebegitu seriusnya untuk merespon suatu masalah, bahkan hingga berkali-kali, jelas ini bukan sekedar peringatan biasa, ini sudah ancaman namanya.
Wah, bisa bahaya tuh karier jabatan Listyo Sigit, bisa-bisa beneran Listyo sigit dicopot dari jabatannya sebagai Kapolri, ya, Listyo Sigit pun pasti bakalan semakin tidak bisa tidur, pasti kepikiran banget soal ancaman Jokowi ini.
Kenapa Jokowi sampai harus kesekian kalinya menyoroti kasus Kematian Brigadir "J" ?
1. Kasus Kematian Brigadir "J", jadi perhatian publik.
Jelas bukan, publik menyoroti Kasus kematian Brigadir "J" ini, dan di sinilah publik menilai bagaimana kinerja Polri, apalagi ada mosi tidak percaya dari publik soal kasus Kematian Brigadir "J".
Apalagi, soal kepercayaan publik ini, institusi Polri masihlah mendapatkan penilaian yang buruk dari publik, maka jelaslah Kasus Kematian Brigadir "J" kalau enggak jelas penyelesaiannya, maka akan semakin menghancurkah kepercayaan publik kepada Polri.
2. Kasus Kematian Brigadir "J", berdampak negatif terhadap muruah Polri.
Jelas bukan, akibat kasus Kematian Brigadir "J"ujung pangkalnga masih enggak jelas ini, semakin menurunkan harga diri, harkat dan martabat, serta kehormatan Polri. Sudah kepercayaan publik masih buruk, eh ditambah lagi muruah Polri di mata publik semakin terhinakan.
3. Kasus Kematian Brigadir "J", berdampak keseluruhan secara institusi pemerintahan.