Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Aksi Colong Tilep Biadab ACT dan Modus Skandal "Blue Collar Crime"

6 Juli 2022   14:43 Diperbarui: 12 Juli 2022   23:17 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar skandal Blue Collar Crime | Dokumen gambar via Healtcarefinance.com

Yayasan Aksi Cepat Tanggap tersandung Kasus penyelewengan dana donasi Umat, ada dana yang digunakan dengan tidak semestinya.

Bahkan, pihak Kementerian Sosial telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT, karena dugaan pelanggaran.

Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan.

Keputusan tersebut telah dicap dan ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi Yang bertindak Sebagai pengganti sementara karena Menteri Sosial Tri Rismaharani sedang menunaikan ibadah haji.

Berkaitan alasan pencabutan izin adalah;

Adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan pemerintah berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

 "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".

Ilustrasi logo ACT | Dokumen Via Antaranews.com
Ilustrasi logo ACT | Dokumen Via Antaranews.com

Sesuai hasil klarifikasi yang di sampaikan Presiden ACT lbnu Khajar kepada pihak Kemensos, bahwa ACT menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.

Dari Angka 13,7 persen tersebut lah yang dinilai melanggar ketentuan dari batasan maksimal 10 persen untuk operasional.

-----

Ya, begitulah kira-kiranya perkembangan terkini kasus Yayasan ACT, dan semoga saja bisa diusut sampai tuntas terkait tanggung jawab hukum para pihak yang terlibat.

Aksi Colong Tilep oknum pengurus Yayasan ACT yang maaf boleh dikata sangatlah "biadab", menyalahgunakan kedermawanan hati nurani umat.

Donasi untuk kemanusiaan malahnya dicolong dan ditilep para manusia bejat yang tidak manusiawi dari para oknum pengurus Yayasan ACT.

Terang saja dan wajar kalau masyarakat yang sudah berpartisipasi untuk donasi di ACT murka dan tersakiti, lha ternyata donasinya ada yang enggak nyampai ke pihak yang berhak, donasinya dibuat kepentingan pribadi pengurus.

Karena dari fakta pemberitaan, hasil penyelewangan donasi malah mengenakkan hidup Hedonisme para Oknum ACT, Bangke banget, dimana nurani mereka ini.

Untung saja ketahuan, coba kalau enggak ketahuan, bisa lebih parah tuh ulah para oknum ACT. Enak banget mereka, hidup mewah gemah ripah loh jinawi dari nyolong dan nilep dana umat. Bangke! Dasar Maling!

Pokoknya kasus Yayasan ACT ini, yang melakukan skandal Aksi Colong Tilep dana umat ini, maka Pemerintah harus bisa membuktikan pada umat, harus diusut dan diproses sampai tuntas dan harus transparan kepada umat.

Ya, tentunya dari terungkapnya kasus Yayasan ACT ini jadi pelajaran penting bagi bersama, sehingga ke depan harus selektif lagi bila ingin berdonasi, sehingga harus dicek dan ricek lagi terkait kredibilitas dan company profile dari lembaga ataupun yayasan yang bergerak di bidang donasi umat ini.

Ilustrasi gambar via Portaljember-pikiranrakyat.com
Ilustrasi gambar via Portaljember-pikiranrakyat.com

Di sisi lainnya juga, sejatinya ada Pekerjaan Rumah bagi pemerintah, untuk melakukan cek dan ricek terkait Lembaga ataupun Yayasan pengumpul Donasi lainnya yang sejenis, bukannya menuduh, tapi jangan-jangan ada indikasi serupa seperti kasus ACT ini, dan sebenarnya tindakan cek ricek ini sifatnya penting.

Selain itu juga soal donasi umat ini harus ada ketegasan aturan terkait donasi yang sudah terkumpul, Apakah hanya untuk Umat yang membutuhkan atau hanya untuk misi sosial kemanusiaan, ataukah donasi yang sudah terkumpul boleh dibisniskan.

Ya, karena tidaklah menutup kemungkinan, ada celah bisnis dibalik donasi umat ini, dan inilah yang masih abu-abu, umat enggak tahu donasinya dibisniskan, tahunya umat donasinya untuk kemanusiaan.

Nah, inilah yang harus jelas, karena modus-modus para "kerah biru" atau para Blue Collar Crime berulah secara sembunyi-sembunyi, alasan mengumpulkan donasi umat untuk sosial, tapi diam-diam ujung-ujungnya donasi umat dipakai bisnis.

Tambahnya lagi kalau dapat untung mereka diam-diam juga, disimpan, disembunyikan, dikunci rapat-rapat agar enggak ketahuan.

Ya, kalau ditingkatan korupsi oknum pejabat ataupun petinggi negara ada modus White Collar Crime tapi ditingkatan korporasi selevel yayasan ataupun lembaga di luar pemerintahan ada skandal kejahatan korupsi Blue collar Crime.

Bahkan keduanya kalau "kawin", skandal kejahatannya akan semakin rapi dan sulit terdeteksi karena simultan secara trickle down effect, atau dengan kata lain terstruktur, sistematis dan masif (TSM) sehingga bisa dibayangkan bukan, betapa jahatnya skandal kejahatan ini.

Jadi kesimpulannya adalah, berangkat dari terungkapnya kasus penyelewengan donasi umat oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap, maka ke depan pemerintah harus jelas terkait penyelesaiannya.

Sehingga harus cek dan ricek atau investigasi secara mendalam terkait indikasi para "kerah biru" atau Blue Collar Crime atau mungkin para oknum lainnya, dan termasuk modus kejahatan lainnya ditubuh ACT.

Harus diusut tuntas, kemana saja aliran dana donasi umat ini digunakan, karena bisa saja donasi umat ini disalah gunakan untuk mendanai terorisme, ya namanya kemungkinan ya bisa jadi iya bisa jadi enggak, iya kan.

Begitu juga dengan yayasan atau lembaga pengumpul donasi yang sejenis, perlu juga kiranya ada audit oleh pemerintah atau pihak berwenang lainnya, karena tidak menutup kemungkinan skandal para "kerah biru" atau Blue Collar Crime terjadi juga di yayasan atau lembaga sejenis.

Kasihan umat, niat baik tulus ikhlas dari nurani untuk berdonasi, eh malahnya di selewengkan para biadab kerah biru. Mudahan pelakunya kena karma. Amin.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun