Nah, Berikut ini penulis sarankan langkah solusi untuk menumbuh-kembangkan ataupun meningkatkan kembali kualitas mental percaya diri ketika victim mentality ini terjadi pada diri, yaitu;
Meresapkan kepribadian dan identitas diri ke dalam pembawaan diri di sini adalah, menerapkan langkah percaya diri dengan selalu menunjukkan kepribadian dan identitas yang sebenarnya kepada dunia untuk tidak peduli atau mengabaikan komentar negatif tentang diri dari orang lain atau dengan artian lain, kita nggak gampang baperan dengan kritik destruktif ataupun bully-an orang lain.
Ngapain juga pakai di ambil hati segala, percuma banget, mereka nggak kenapa-kenapa tapi malah kitanya yang kenapa-kenapa, jadi ya jangan buat mereka menang dengan teror bully-an mereka, tapi kalahkan mereka dengan prinsip pembawaan diri kita.
Contohnya seperti begini misalnya, penulis pernah diragukan oleh orang lain dalam menjalankan suatu pendelegasian tugas dari atasan, karena dianggapnya oleh mereka tampilan penulis sangat meragukan atau kurang meyakinkan.
"Memangnya kamu bisa mengendalikan para Jurnalis itu Sigit, kok saya nggak begitu yakin ya kamu bisa, sudahlah jangan kamu lah, saya mau usul lah sama atasan kamu, biar jangan kamu lah yang menangani ini".
"Maaf Mas Bro, jangan nilai orang dari luarnya sebelum kamu lihat buktinya di lapangan, atasan saya mendelegasikan tugas ini kepada saya, artinya beliau percaya pada saya dan beliau sudah tahu bagaimana kapasitas saya dalam menjalankan tugas".
"Kalau kamu begitu, artinya kamu juga meragukan kemampuan atasan saya, sehingga kesannya kamu malah men-judge atasan saya nggak mampu milih orang dalam tugas, jadi ya  kita lihat saja kayak apa entar, okey bro".
Nah, punya karakter dan kekuatan pembawaan diri seperti inilah sebenarnya yang akan membuat nyaman diri sendiri, membuat kita kuat dan selalu mencintai diri sendiri, terus-menerus mendorong keyakinan diri sendiri ke arah positif, dan dengan bebas mengekspresikan pandangan hidup, sehingga dengan begitu kita akan selalu memiliki mental keberterimaan diri, memiliki harga diri yang tinggi, dan jati diri yang tangguh.
2. Meresapkan ekspektasi ke dalam pembawaan diri.
Kita sering sekali terbentur atas kekurang yakinan kepada diri, bahwa kita tidak bisa sebelum kita kerjaan, sering sekali hanya berdasar pikiran yang enggak-enggak dulu yang jadi acuan, padahal sebenarnya belum dikerjakan, sehingga yang terjadi adalah kita nggak punya ekspektasi dalam pencapaian suatu tujuan.