Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dualisme Demokrat, Kubu Moeldoko Daftar ke Kemenkumham, Akankah Kubu AHY "Kicep"?

16 Maret 2021   16:51 Diperbarui: 16 Maret 2021   17:08 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar via Kompas.com

Tertanggal 15 Maret 2021, secara resmi Partai Demokrat Kubu Moeldoko telah mendaftarkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI.

Dalam hal ini kepada berbagai awak media, Juru Bicara Partai Demokrat kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad menyatakan, bahwa Kemenkumham RI telah menerima kedatangan pihak Demokrat Kubu Moeldoko dengan sangat baik.

Ya, "perang" di antara kedua kubu Demokrat baik itu Kubu Moeldoko dan AHY jadi semakin sengit saja, apalagi sudah jelas Demokrat Kubu Moeldoko berani maju ke Kemenkumham RI, sehingga biar bagaimanapun juga Demokrat Kubu Moeldoko punya cukup peluang untuk diberi legitimasi oleh Kemenkumham RI.

Namun demikian, apakah Kemenkumham RI berani mengambil Risiko tersebut dengan memberikan SK pengesahan Demokrat Kubu Moeldoko ataukah tidak?

Ya, kalau merujuk pada UU Parpol pasal 32, bahwa setiap sengketa internal parpol termasuk sengketa kepengurusan harus secara pertama kali diselesaikan secara internal melalui suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain.

Termasuk juga dalam aturan legal-formalnya, maka kewenangan Kemenkumham mengesahkan perubahan kepengurusan parpol hanyalah bisa dapat dilakukan dalam keadaan normal atau sedang tidak terdapat konflik dalam tubuh partai.

Sehingga, jika ada perselisihan, seperti yang terjadi pada Partai Demokrat ini, maka sebenarnya kemenkumham RI tidak bisa menerbitkan SK perubahan kepengurusan Partai Demokrat sampai perselisihan kepengurusannya dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai (MP).

Akan tetapi, kalau melihat rekam jejak sejarah dualisme partai seperti yang pernah terjadi kepada salah satu partai di Negeri ini yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) misalnya, maka bukan tidak mungkin Kemenkumhan RI berani mengambil risiko dengan memberi pengesahan kepada Demorat Kubu Moeldoko.

Karena seperti yang diketahui bersama, ketika terjadi dualisme PPP, ternyata Kemenkuham RI justru mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 yang secara sepihak mengesahkan salah satu pihak kepengurusan.

Atau dengan artian lainnya, Kemenkumham RI justru lebih berpihak kepada kubu PPP yang menjadi bagian dari koalisi pemerintahan, padahal secara konflik internal, apa yang terjadi di PPP tersebut, belum ada putusan dari Mahkamah Partai, tapi tetap saja Kemenkumham RI berani menerbitkan SK kepada salah satu pihak.

Namun ternyata seiring waktu berjalan, usut punya usut, oleh karena di gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara, benang kusut akhirnya dapat terurai, ternyata SK tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan catatan untuk menyelesaikan sengketa kepengurusan tersebut oleh internal parpol PPP.

Apa yang dialami PPP ini juga tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi kepada Partai Beringin Karya, prosesnya hampir sama, SK Kemenkumham dikeluarkan kepada salah satu pihak, lalu digugat ke PTUN dan akhirnya kubu penggugat memenangkan gugatan, dan termasuk beberapa partai lainnya yang pernah diterpa dualisme partai, kurang lebihnya hampir sama seperti yang terjadi pada PPP dan Partai Beringin Karya.

Jadi, terkait berani atau tidaknya Kemenkumham RI, bila dengan merunutkan fakta pengalaman sejarah atas terjadinya dualisme berbagai partai seperti yang telah penulis ungkapkan tadi, maka dalam hal dualisme Partai Demokrat ini, penulis memberikan dugaan, kemungkinan besar Kemenkumham RI akan memberikan legalitas kepada Partai Demokrat Kubu Moeldoko.

Namun tentunya penulis juga sangat punya harapan, agar kiranya dugaan penulis tersebut meleset, yang jelas penulis tetap berharap Kemenkumham RI tetap adil, bijak, objektif, saksama dan wawas untuk memberikan keputusan yang benar-benar berdasar hukum terkait kisruh dualisme Partai Demokrat ini.

Lantas akankah ke depan Demokrat Kubu AHY jadi kicep atau mati kutu setelah Demokrat Kubu Moeldoko mendaftarkan hasil KLB Deli Serdang ke Kemenkumham RI, atau parah-parahnya ternyata benar terjadi seperti apa yang jadi dugaan penulis?

Kalau menurut penulis, Demokrat Kubu AHY sebenarnya memang layak khawatir, karena secara kalkulasi politik Kepengurusan Demokrat Kubu Moeldoko memiliki peluang besar untuk diakui oleh Kemenkumham RI.

Ini karena, Moeldoko sendiri adalah bagian dari pemerintah, ataupun bagian dari lingkar kekuasaan, posisinya sebagai kepala Staf Kepresidenan (KSP) bukanlah sembarangan, sangat strategis dan pasti punya peran dan power dalam rangka mendapatkan legitimasi Demokrat di kubunya.

Akan tetapi lagi, kalau melihat bagaimana langkah Demokrat Kubu AHY begitu militan mempertahankan legitimasinya, jelas sekali Demokrat kubu AHY akan pantang kicep atau pantang mati kutu.

Oleh karenanya di sini penulis menganalisa, risiko terburuk pasti sudah sangat diperhitungkan oleh Demokrat Kubu AHY, sehingga berbagai persiapan kalau pun nanti harus berperang di PTUN pasti juga sudah dipersiapkan oleh Demokrat Kubu AHY.

Jadi, terkait apakah ke depan Demokrat Kubu Moeldoko akan mendapatkan SK Kemenkumham seperti yang pernah terjadi pada kepengurusan PPP dan Beringin Karya sehingga akhirnya perang berlanjut ke PTUN, atau sebaliknya Demokrat Kubu Moeldoko gagal mendapat restu Kemenkumham RI sehingga jadi Demokrat abal-abal, dan Moeldoko kalah banyak.

Atau mungkin malah kalau semisal perang dua kubu ini ternyata endingnya PTUN memenangkan Demokrat Kubu Moeldoko, sehingga justru Kubu AHY yang jadi merana, benar benar kicep, dan tamat riwayatnya.

Ya, kita lihat saja episode demi episodenya, karena segala sesuatunya masih dugaan dan prediksi saja, bisa mungkin jadi realita, dan bisa meleset jauh dari realita, ini karena juga segala kemungkinan masih bisa saja terjadi.

Yang pasti, harapannya ke depan adalah, agar kiranya keraguan, bahkan ketidakpercayaan pada sebagian masyarakat bahwa Kemenkumham RI dan pihak terkait lainnya tidak dapat bersikap netral, objektif, dan adil dalam menyelesaikan masalah dualisme kepemimpinan Demokrat ini tentu harus dapat ditepis melalui proses yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara hukum yang berlaku di NKRI yang kita cintai bersama ini.

Demikian artikel singkat ini, bila banyak kekurangannya, harap maklum.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun