Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ngopi Moeldoko Berujung Kudeta, Balada Rengekan AHY-SBY, PTUN-Kemenkumham Jadi Kuncinya

6 Maret 2021   10:46 Diperbarui: 6 Maret 2021   10:54 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngopi-ngopi Moeldoko bareng Kader Demokrat Anti AHY-SBY pada beberapa waktu yang silam ternyata sudah boleh dikatakan sebagai ngopi politik untuk menyusun rencana mendongkel AHY dari Demokrat.

Sementara itu melihat gelagat adanya rencana kudeta tersebut, AHY langsung berang, secara terbuka menuding Moeldoko hendak mengkudetanya, bahkan sampai sampai mengirim surat klarifikasi kepada Presiden Jokowi terkait tindak tanduk Moeldoko.

Moeldoko pun sempat membantah tudingan acara ngopinya dikaitkan mau mengkudeta AHY, tapi akhirnya fakta membuktikan, tuduhan AHY memang bukan sekedar menuduh tanpa dasar belaka, karena faktanya, Moeldoko memang benar mengkudeta AHY dengan bukti Moeldoko jadi Ketum Demokrat versi KLB Deli Serdang.

Ya, meski sangat jelas terlihat bahwa Moeldoko "menjilat ludah sendiri" dengan berbagai cara untuk membantah tudingan AHY, tapi nyatanya memang Moeldoko jadi Ketum Demokrat versi KLB Deli Serdang.

Tapi itulah politik, tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, karena segala cara adalah halal dilakukan demi kepentingan dan kekuasaan.

Balada pun sempat tercipta di kubu AHY-SBY, berbagai rengekan-rengekan keduanya kepada Jokowi dan pihak lainnya yang berkepentingan terkait manuver politik Moeldoko yang pada akhirnya ternyata tidak digubris.

Surat teruntuk yang mulia Jokowi pun tak berbalas, rengekan kepada aparat kepolisian agar KLB di Deli Serdang tidak di izinkan dan dibubarkan bila tetap tergelar tak tergubris.

Karena pada faktanya KLB Deli Serdang tetap tergelar rapi dan lancar jaya, istilahnya terjadi Deli Serdang Keramat, Moeldoko dengan sumringah melenggang kangkung jadi Ketum Demokrat Versi KLB Deli Serdang.

Sehingga karenanya AHY dan SBY pun semakin meradang, cuap-cuap ke publik dan mengklaim KLB Deli Serdang adalah ilegal, tidak sah dan semacamnya.

Tapi ya percuma, karena biar bagaimanapun mau dibilang KLB Deli Serdang ilegal, ataupun Demokrat Kubu Moeldoko ilegal, tetap saja Demokrat secara fakta terbelah.

Ya begitulah, pada akhirnya Demokrat pun terbelah, terjadi dualisme kepengurusan partai, ada Demokrat kubu AHY dan Demokrat Kubu Moeldoko.

Boleh dikatakan perang sengit yang terjadi ke depan di antara kedua kubu Demokrat ini akan semakin pelik dan panjang, sehingga tinggal bagaimana adu kuat saja di PTUN dan Kemenkumham RI.

Kubu AHY semestinya waspada dan berhati-hati, ini karena legitimiasi Kepengurusan AHY pun bisa terancam tamat riwayatnya.

Meskipun kubu AHY mengklaim bahwa kepengurusan kubunya memiliki SK Kemenkumham RI, tapi fakta sejarah membuktikan, bagaimana dualisme yang terjadi di Partai Golkar, PPP, Partai Beringin malah melegalkan kepengurusan kubu versi KLB, Muktamar dan sejenisnya.

Pun juga kalau Kubu AHY tetap mengaku memiliki legitimasi, tetap saja Demokrat ada dua kubu, dan secara logis, tidak akan cukup memungkinkan dua partai politik bernama sama, sehingga tinggal mana saja yang paling kuat, apakah Demokrat ter-branding di Kubu AHY ataupun sebaliknya justru Demokrat ter-branding di Kubu Moeldoko.

Yang jelas, terbelahnya Demokrat ataupun dualisme yang terjadi di Partai Demokrat ini, tinggal bagaimana perang sengit terkait strategi dan manuver masing-masing di PTUN dan Kemenkumham RI saja.

Mau sebalad apapun rengekan AHY-SBY kepada Jokowi ataupun lingkar penguasa, sepertinya akan percuma, bahkan AHY dan SBY sebenarnya harus ekstra waspada dan hati-hati dengan melihat fakta sejarah yang terjadi atas Golkar, PPP dan Beringin, sehingga yang mestinya dilakukan adalah perang terbuka.

Kalau Kubu AHY-SBY terlalu menganggap remeh Meldoko, bisa jadi bencana, apalagi faktanya Moeldoko sangat dekat dengan lingkar kekuasaan, sehingga secara kekuatan politisnya, Moeldoko cukup punya modal kuat untuk dapat legalitas kepengurusannya dari Kemenkumham bahkan berpeluang memenangkan PTUN.

Ya, tinggal ke depan bagaimana perang politik di antara kedua kubu yang sama sama mengaku Demokrat ini, apakah AHY-SBY tetap akan membalad dan merengek kepada yang mulia Jokowi dan lingkar penguasa atau melakukan perang terbuka di medan laga melawan Kubu Moeldoko.

Siapakah yang akan memenangkan peperangan ini, kubu mana yang mendapat pengakuan legitimasi ataupun legalitas Demokrat, Kubu AHY kah atau Kubu Moeldoko kah, cukup menarik dan seru untuk kita simak bersama.

Demikianlah Artikel Singkat ini, sekian dan terima kasih.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun