Gubernur Sulawasi Selatan Nurdin Abdullah ditangkap KPK di rumah dinasnya di Makassar, dalam hal ini Nurdin diduga terlibat tindak pidana korupsi.
Dalam penangkapan tersebut, KPK membawa barang bukti berupa satu koper yang berisi uang satu miliar rupiah yang diamankan di Rumah Makan Nelayan Jalan Ali Malaka, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar.
Hal ini juga dibenarkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, bahwa pihaknya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Jumat malam (26/2/2021).
Ya, begitulah berita yang tersiar di negeri ini, dan memang sungguh memprihatinkan sekaligus mengejutkan, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang memiliki segudang prestasi dan berbagai citra baik akhirnya harus tersandung juga kasus korupsi.
Nurdin Abdullah pada akhirnya tergoda melakukan penyalahgunaan kewenangan (abus de droit) dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang pada gilirannya melahirkan korupsi.
Alhasil, ibarat peribahasa gara-gara nila setitik maka rusak susu sebelanga, apa yang dialami Nurdin Abdullah akhirnya merusak nama baiknya sendiri, segala citra positif dirinya yang dibangunnya hancur berantakan dalam sekejap gegara tergoda korupsi.
Ya, lagi-lagi korupsi menggila lagi, dan lagi-lagi korupsi yang dilakukan oleh para pejabat ataupun penyelenggara negara seolah tak ada habisnya, mereka secara bergiliran dan silih berganti dicokok oleh KPK.
Tentunya apresiasi patut diberikan kepada KPK, karena ditengah isu lemahnya pamor ataupun ompongnya KPK, ternyata KPK masih mampu membuktikan kinerjanya bahwasanya KPK masih cukup kuat untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Mudah-mudahan saja, terkait proses hukum selanjutnya juga begitu, integritas dan independensi KPK tetap teguh dan kuat dalam memproses hukum para koruptor-koruptor bangsat dan laknat di negeri ini.
Ya, kalau menganalisa dan mencermati terkait bagaimana banyaknya pejabat ataupun penyelenggara negara baik itu di Kementerian ataupun Lembaga yang tersandung korupsi ini, nampaknya ada suatu fungsi pengawasan, pemeriksaan, dan pengendalian internal yang nyaris mati.
Padahal sangatlah jelas bahwa, fungsi pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian internal ini adalah diemban oleh Inspektorat di masing-masing kementerian maupun lembaga.
Sehingga sangatlah jadi tanda tanya besar, terkait bagaimana sebenarnya kinerja Inspektorat tersebut, apakah memang sudah mati dan takberguna lagi?
Kalau pun masih hidup dan berfungsi kenapa kok kesannya terjadi mandul pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian terkait kinerja anggaran dan keuangan internal Kementrian dan Lembaga?
Ataukah memang ada yang harus dievaluasi lagi terkait bagaimana peran Inspektorat Kementrian dan Lembaga?
Kenapa bisa terjadi begitu, sehingga sistem Wasrikdal Inspektorat tidak optimal, sehingga transparansi, akuntabilitas dan manajememen tidak jelas dan sangat lemah.
Bahkan mungkin saja malah dari punggawa Inspektoratnya sendiri sudah jadi bagian dari korupsi kolektif para pejabat ataupun penyelenggara negara.
Ya, inilah sekiranya yang perlu di instrospeksi dan diperbaiki oleh pemerintah terkait fungsi Inspektorat ini dan inilah juga agenda penting yang sebenarnya terkait dengan reformasi birokrasi yang digemborkan Presiden Jokowi.
Karena memang sepertinya fungsi inspektorat ini memang sudah antara ada dan tiada, bahkan ada enggak ada sama saja, sehingga mekanisme Wasrikdal internal melalui Inspektorat menjadi sama sekali impoten ataupun mandul.
Mungkin juga Ini bisa disebabkan karena posisi Inspektorat kurang kuat, sebab wewenangnya ternyata ada di bawah ketiak menteri, sehingga jelas saja kalau begini caranya, akan membuat Inspektorat sulit mengawasi yang di atasnya.
Alhasil, korupsi di Kementerian maupun Lembaga jadi sangat telanjang dan praktiknya sangat konvensional, yang artinya juga di sini, korupsi terjadi karena peluangnya terbuka sangat lebar, sebab harta negara terhampar di tengah lapangan tanpa ada penjagaan yang memadai.
Bila kondisi mandulnya Inspektorat di Kementerian dan Lembaga ini terus berlanjut, bisa jadi rakyat di negeri ini masih akan terus menyaksikan penangkapan-penangkapan oleh KPK dan negeri ini masih akan terus menjadi negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.
Jadi kesimpulannya, bila mencermati maraknya korupsi di tanah air, rasa-rasanya kalau pemerintah tidak segera introspeksi diri dengan melihat masalah-masalah apa terkaitnya kenapa bisa terjadi, maka korupsi akan semakin sulit diberantas.
Seperti salah satunya tadi terkait reformasi birokrasi tentang bagaimana peran Inspektorat, mungkin bisa jadi langkah ekstra ordinari pemerintah untuk menguatkan sistem Wasrikdal internal di Kementerian maupun Lembaga.
Sehingga di sini, mau diperbaiki atau tidaknya, dievaluasi atau tidaknya, tinggal bagaimana pemerintah dan pihak terkait lainnya menindak lanjutinya.
Yang jelas, korupsi adalah musuh negara yang berbahaya dan harus diberantas hingga ke akar-akarnya dan hukum di NKRI yang kita cintai bersama ini harus ditegakkan seadil-adilnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI