Sistem jenjang jabatan ataupun tingkatan jabatan dalam struktur organisasi di kantor, tentu sudah disusun dengan sedemikian rupa berdasarkan aturan kantor masing-masing.
Sehingga dalam pelaksanaannya di lapangan, terkait bagaimana berlakunya sistem hierarki antara atasan dan bawahan ini, tentu harus berpedoman pada apa yang sudah termaktub dalam struktur organisasi tersebut.
Namun ternyata, seringkali terjadi sistem hierarki antara atasan dan bawahan tidak berjalan dengan semestinya sesuai dengan struktur organisasi, karena terkadang seorang atasan justru berlaku rasa "ewuh pakewuh" kepada bawahannya.
Umumnya hal ini terjadi karena, atasan berlaku rasa tidak enak hati ataupun rasa sungkan dalam memimpin bawahan, hingga rasa segan dalam mendelegasikan perintah ataupun tugas oleh sebab seperti;
Karena bawahannya adalah teman sendiri, bawahannya adalah tetangga, bawahannya adalah kerabat ataupun saudara, bawahannya dulunya adalah bekas seniornya, dan bawahannya secara usia lebih senior.
Padahal, kalau merujuk pada profesionalisme dalam bekerja sesuai sistem hierarki struktur organisasi di kantor, maka terkait berlakunya rasa "ewuh pakewuh" ini, seharusnya bisa di kebelakangkan.
Sebab apa, kalau atasan seringkali terlalu berlaku rasa "ewuh pakewuh" seperti di atas, justru yang ada adalah atasan bisa akan kehilangan kewibawaannya, kharisma dan karakter dalam kepemimpinannya sebagai atasan.
Bahkan yang lebih parah lagi adalah, akan tercipta image, bahwa atasan terkesan tidak tegas, kurang keberanian, terlalu lemah, kalah pamor, kalah pengaruh dengan bawahan dalam rangka menjalankan amanah sebagai atasan.
Sehingga akhirnya yang terjadi adalah, atasan malah semakin takmampu mengendalikan bawahannya atau sebaliknya bawahan yang justru mengendalikan atasan.
Bahkan yang lebih parah lagi adalah, akan berdampak secara signifikan pada nilai dan kualitas seorang atasan, karena terkesan tidak kompeten dalam memimpin bawahanya.
Oleh karenanya, agar tetap amanah sebagai atasan dan profesional sebagai atasan, maka rasa "ewuh pakewuh" ini harus bisa dikebelakangkan atau bahkan kalau bisa dihilangkan.
Selama sistem hierarki organisasi kantor diatur secara jelas, meskipun bawahan itu adalah teman, tetangga, saudara, atau dulunya bekas senior, hingga senior secara usia, maka atasan jangan pernah ada rasa "Ewuh Pakewuh" kepada bawahannya.
Sehingga dalam hal ini, atasan harus bisa bertindak profesional sesuai sistem hierarki struktur organisasi yang berlaku di kantor.
Tentunya hal ini juga dalam rangka mengedukasi dan membiasakan serta menegaskan, bahwa biar bagaimanapun juga, kalau di kantor itu harus tetap profesional, harus tetap menjalankan sistem hierarki sesuai prosedur yang berlaku dalam struktur organisasi.
Mungkin, kalau di luaran kantor yang tidak ada kaitannya dengan lingkup pekerjaan, dalam rangka tetap menjalin silaturahmi, hubungan sistem hierarki antara atasan dan bawahan boleh-boleh saja di abaikan.
Ya, dalam hal ini, bisa kembali kepada hubungan pertemanan, keluarga, kerabat, hingga agak segan pada bekas senior dalam rangka saling menghargai sesama, tentu boleh-boleh saja berlaku.
Akan tetapi, yang perlu jadi catatan juga adalah, kalau urusan di luaran kantor itu masih ada hubungannya dengan lingkup pekerjaan, maka sistem hierarki antara atasan dan bawahan harus tetap berlaku, rasa "ewuh pakewuh" harus di kesampingkan.
Yang jelas, kalau sudah masuk dalam hubungan kerja di kantor, sistem hierarki antara atasan dan bawahan harus kembali diberlakukan sesuai prosedur struktur organisasi.
Jadi, dalam rangka tetap menjunjung tinggi profesionalitas di kantor dan mendukung kinerja manajemen kantor secara optimal, seorang atasan jangan pernah menyuburkan rasa "ewuh pakewuh" dalam diri.
Meskipun bawahan tersebut adalah teman, tetangga, saudara, kerabat, senior secara usia, atau dulunya senior kita, maka rasa "ewuh pakewuh" jangan dibiasakan ataupun jangan dibiarkan berlaku.
Oleh karenanya, atasan tidak perlu ragu menegaskan sistem hierarki ini, karena sudah jelas bagaimana aturannya dalam organisasi.
Sehingga atasan harus mampu menempatkan diri di atas rasa "ewuh pakewuh" tersebut, agar kemampuan kepemimpinan seorang atasan tetap selalu konsisten, tangguh, mumpuni, kompeten, bernilai dan berkualitas pemimpin yang sejati.
Demikianlah kiranya artikel singkat ini, semoga kiranya dapat berguna dan bermanfaat.
Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H