Ya, saya selalu bercerita jujur apa adanya dalam artikel saya, baik itu dari pengalaman pribadi ataupun dari kepekaan aktualitas kejadian dan peristiwa, maksudnya dengan bercerita inilah saya bisa menginformasikan maksud dan tujuan apa yang ingin saya sampaikan.
Kemudian di dalam bercerita tersebut saya juga ingin menyampaikan apa yang menjadi pesan moralnya, apa inspirasinya, dan apa yang bermanfaat ataupun berfaedah bagi pembaca.
2. Berbicara dengan pembaca.
Ya, dalam mengemas artikel saya berusaha membawa diri saya hadir di antara para pembaca, ataupun saya berusaha bertutur layaknya dihadapan saya ada kehadiran orang lain.
Hal ini dengan maksud, agar saya dapat tetap mengontrol diri saya, menjaga sopan santun saya, etika dan moral saya, menghindarkan orang lain tidak tersinggung dengan tuturan kata saya dalam artikel yang saya kemas.
3. Menempatkan diri sendiri jadi pembaca artikel sendiri.
Ya, tak mudah memang untuk mengambil tempat untuk nenempatkan diri ataupun menyejajarkan diri jadi pembaca artikel sendiri ini.
Karena keegoisanlah yang terkadang lebih mengalahkannya, ketika kita sudah merasa keren, sudah merasa bener saja dengan artikel yang sudah kita buat, kita enggan berposisi jadi pembaca artikel sendiri, enggan mengkritik artikel sendiri.
Inilah sebenarnya virus yang bisa meredupkan dan mematikan karakter penulisnya sendiri, virus yang membuat para pembaca meninggalkan dan kapok membaca hasil karya artikel Anda.
Sekali lagi, virus ini bukan tante virus yang ada dikompasiana loh ya, atau virus corona yang bikin onar dunia itu, tapi virus tersebut adalah egosentris diri dalam mengemas artikel.
***