Terhitung mulai bulan Maret sampai dengan November tahun 2020, maka sudah sekitar 9 bulan pandemi Covid-19 telah mendera Indonesia.
Artinya, aturan-aturan protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19 masih harus dijalankan dan ditegakan, termasuk juga di dalamnya soal aturan penegakan hukum yang berlaku, bila terjadi pelanggaran terkaitnya.
Namun sayangnya, perkembangannya semakin kekinian, justru terjadi fenomena yang sangat memprihatinkan, yaitu terjadinya pembiaran pelanggaran Prokes pandemi Covid-19 terkait kerumunan massa dalam jumlah besar di tengah pandemi.
Dari pantauan yang terlihat, secara fakta, beberapa pembiaran kerumunan massa dalam jumlah besar di tengah pandemi tersebut diantaranya adalah, kerumunan massa simpatisan kegiatan terkait Habib Rizieq Shihab, kerumunan massa Pilkada Gibran dan Massa pilkada lainnya, dan termasuk juga kerumunan massa aksi demonstrasi, serta mungkin kerumunan-kerumunan massa yang lainnya.
Ya, kalaulah boleh penulis di izinkan untuk mengistilahkannya, maka fenomena yang terjadi ini adalah fenomena "AFK" dan "Noob" bareng, melanggar protokol kesehatan terkait pandemi Covid-19.
Dalam istilah game online, "AFK" atau Away From Keyboard adalah kondisi di mana para pemain game online tidak bisa melanjutkan permainan karena alasan tertentu sedangkan "Noob" adalah kondisi yang mana pemain game sangat payah saat bermain game online.
Jadi, kalau dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi terkait pandemi Covid-19 yang berlaku beberapa waktu belakangan ini adalah;
Pemerintah, baik itu pusat maupun daerah, dan pihak terkait lainnya yang bertugas menegakan aturan Prokes pandemi Covid-19, justru berperilaku AFK dan Noob bareng.
Karena telah melakukan pembiaran pelanggaran protokol kesehatan terkait berkerumunnya massa dalam jumlah besar di tengah pandemi Covid-19.
Padahal, kerumunan massa dalam jumlah besar tersebut sangatlah nampak kelihatan banget mencolok mata, dan sangat berbahaya, karena berpotensi munculnya dan meluasnya cluster penularan Covid-19.
Setelah menuai badai dan tornado kritik dari berbagai pihak dan kalangan publik, barulah "gopoh" bertindak, seolah baru saja "melek mata" terkait terjadinya kerumunan massa dalam jumlah besar yang terjadi tersebut.