Tentu saja hal seperti ini tidaklah sejalan dengan ruang demokrasi publik yang mengedepankan kesetaraan komunikasi pada semua konteks sosial.
Padahal bila merujuk pada prinsip-prinsip demokrasi Pancasila di Indonesia, maka pemerintah senantiasa selalu bersama-sama dengan rakyat, berdialog dan berdialektika dengan kesetaraan menuju suasana komunikasi yang saling memahami.
Apakah ini pertanda kalau pemerintahan Jokowi sudah mulai ada gejala otoriter?
Pemerintahan otoriter adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan politik terkonsentrasi pada seorang pemimpin ataupun berkiblat kepada para pemimpinnya.
Mereka tidak dibatasi dengan aturan hukum dan membuat kebijakan di negara sesuai kehendak kepentingan pemerintahan dan jajarannya sendiri, bahkan termasuk kepentingan politik praktis.
Bentuk pemerintahan yang ditandai oleh kekuatan pusat yang kuat terstruktur dan sistematis serta kebebasan politik yang terbatas, termasuk tidak ada aturan konstitusi (undang-undang dasar) yang secara efektif membatasi dan mengatur para pemimpin negara.
Otoritarian hanya mengenal satu macam komunikasi, yaitu komunikasi satu arah, meskipun terkadang ada juga berlangsung komunikasi dua arah.
Tapi, komunikasi dua arah yang dilakukan seperti saling diskusi dan menanggapi, perbedaan dan pertentangan pendapat secara verbal atau secara konseptual, hanya akan dimengerti atau diketahui saja, sulit untuk dihayati dan diterima, komunikasi yang bebas dan terbuka berasal dari berbagai arah akan selalu dibantah.
Dalam bertindak mengutamakan karena memiliki kekuasaaan, maksudnya di sini adalah dengan pemaksaan kekuasaaan untuk membungkam yang tak sejalan, bahkan sampai menggunakan ancaman.
Kesemuanya dilakukan dengan menggunakan segala sumber daya yang dimiliki negara, baik itu aparat dan perangkat pemerintahan lainnya.
Ya, kalau merujuk penjabaran soal Otoriter yang penulis rangkum dari berbagai sumber ini, maka bisa dikatakan pemerintahan Jokowi sudah termasuk ada gejala ke arah Otoriter.