Catatan sejarah Indonesia menuliskan bahwa, Kalimantan Timur adalah wilayah yang memiliki sejarah peradaban tertua di Nusantara.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli arkeologi telah membuktikan bahwa ternyata daerah Kalimantan Timur telah meninggalkan jejak masa pra sejarah Kerajaan yang dimulai pada abad ke-5 Masehi.
Hal ini didasarkan dengan berbagai penemuan benda-benda bersejarah berupa prasasti Yupa yang terdiri atas tujuh tiang batu pada tahun 1879 dan tahun 1940 di sekitar desa Muara Kaman.
Prasasti yupa tersebut berisi tentang raja pertama Kutai bernama Kundungga, hingga raja terkenalnya yang bernama Mulawarman.
Oleh karenanya, menurut para Arkeolog berdasar upacara Vaprakecwara inilah akhirnya dibuatkan juga tiang tugu peringatan yang merupakan bagian dari prasasti-prasaati yang ditemukan.
Berdasarkan bagian dari prasasti ini jugalah yang menurut penelitian para Arkeolog yang pada akhirnya menunjukkan dan menegaskan bukti, bahwa di daerah tersebut dahulu memang pernah berdiri sebuah kerajaan Hindu yang sudah maju.
Selain prasasti, telah ditemukan juga sebuah kalung dari Cina yang terbuat dari emas, sebuah arca Budha dari bahan perunggu, serta sejumlah benda lainnya yang berasal dari peradaban agama Hindu di sebuah gua Gunung Kombeng, sebelah utara Muara Kaman.
Pada perkembangan selanjutnya sesuai catatan sejarah, Kerajaan Hindu ini disebut juga sebagai kerajaan Kutai Mulawarman Martapura.
Kemudian juga, berdasar perkembangan peradaban, banyak berdiri Kerajaan-kerajaan lainnya di Kalimantan Timur.
Sehingga dalam hal ini, para Arkeolog dan para ahli Sejarah memang masih sangat membutuhkan data dan fakta lainnya, untuk mengetahui hubungan secara pasti kelahiran dan perkembangan Kerajaan-kerajaan yang ada di Kalimantan Timur.
Oleh sebab itu, disamping data dan fakta yang sudah ada ditemukan, maka sampai dengan saat ini masih terus dilakukan penggalian data dan fakta sejarah tersebut.
Kerajaan Kutai Kertanegara Dalam Kitab Negarakertagama.
Selanjutnya mengenai perkembangan peradaban kerajaan di Kalimatan Timur, terdapat juga nama kerajaan Kutai Kertanegara.
Kerajaan ini pertama kali diketahui dari Kitab Negarakertagama, sebuah kakawih untuk Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit, yang disusun oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi.
Dalam kitab tersebut, Kutai Kertanegara disebut sebagai wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit, nama Kutai juga muncul dalam tulisan-tulisan kuno lainnya seperti Hikayat Raja-raja Pasai dan kitab Pararaton.
Sesuai yang tertulis dalam Negarakertagama, maka masuknya Kalimantan Timur (Kerajaan Kutai Kertanegara) dalam wilayah Majapahit merupakan perwujudan ambisi Sumpah Palapa Mahapatih Majapahit, Gadjah Mada, yang diangkat sebagai patih pada tahun 1331, untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan di wilayah Nusantara.
Pada sekitar abad ke-12 Masehi di Kutai muncul sebuah Kerajaan yang bernama Kerajaan Kutai Tepian Batu di sekitar Muara Kaman yang pada perkembangan selanjutnya bernama Kerajaan Kutai Kertanegara.
Kerajaan ini berpusat di daerah Tepian Batu atau disebut juga daerah Jahitan Layar, sekarang tempat ini bernama Kutai Lama.
Menurut penelitian sesuai data dan fakta sejarah yang ditemukan, kemuncul Kerajaan ini sebagai akibat dari pergerakan dinamika ramainya arus perdagangan melalui Selat Makassar.
Hal ini disebabkan karena, pada waktu itu perairan Selat Makassar merupakan jalur utama dalam pelayaran Jawa - Cina.
Semenjak didirikan, Kerajaan Kutai Kertanegara memang berkembang pesat, adalah Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti yang membawa kerajaan jadi berkembang sangat pesat.
Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti juga menjalin hubungan dagang, hubungan diplomasi dan hubungan yang sejenisnya dengan Singasari-Majapahit, Brunei, Sambas, Sukadana, Campa, Kamboja, Siam, dan Cina.
Hubungan yang telah dijalin ini terus dilanjutkan dan dipelihara oleh para penerus tahta Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti.
Pengaruh Kerajaan Singasari di Kutai, Kalimantan Timur.
Pengaruh Kerajaan Singasari dimulai ketika Raja Kertanegara singgah di Muara Kaman dalam rangka ekspedisinya ke luar Jawa.
Ekspedisi ini sebenarnya merupakan pelaksanaan politik luar negeri kerajaan Singasari untuk menghadapi ekspansi Mongol di Asia Tenggara yang dilancarkan oleh Khubilai Khan.
Dalam ekspedisinya, Raja Kertanegara bersama pasukannya dan para bangsawan Singasari singgah di Kerajaan Kutai Tepian Batu, sekaligus juga sambil istirahat sejenak, memperbaiki kapal dan menambal layar yang sobek saat mengarungi lautan.
Oleh karena itu, tempat mereka istirahat ini kemudian disebut juga sebagai daerah Jahitan Layar, dekat dengan Tepian Batu (Kutai Lama).
Dalam persinggahan itu salah seorang bangsawan Kerajaan Singasari menikah dengan putri Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti, kemudian bersama-sama mengembangkan kerajaan tersebut dan sejak itu juga kerajaannya diberi nama Kerajaan Kutai Kertanegara.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Kerajaan Kutai Kertanegara ternyata mampu menundukkan Kerajaan Kutai Mulawarman Martapura, kerajaan yang pertama kali di dirikan oleh Raja Kundungga dan raja terkenalnya yang bernama Raja Mulawarman.
Sehingga di sinilah yang pada perkembangannya, sesuai dinamika perjalanan seiring waktu, Kerajaan Kutai Kertanegara menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Martapura.
Masuknya pengaruh Islam di Kutai, Kalimantan Timur.
Menurut para Arkeolog dan para ahli Sejarah, pengaruh Islam mulai masuk ke Kerajaan Kutai Kertanegara Martapura adalah sejak Raja Aji Betara Agung Paduka Nira masih berkuasa pada tahun 1325 M-1360 M, dan berlanjut sampai ke generasi penerusnya yaitu Prabu Aji Maharaja Sultan.
Namun demikian, Islam secara resmi menjadi agama Kerajaan adalah mulai tahun 1525 M ketika Pangeran Aji Raja Mahkota Mulia Islam naik tahta.
Setelah naik tahta Kerajaan, ternyata Prabu Aji Raja Mahkota Mulia Islam segera mengubah bentuk Kerajaan menjadi Kesultanan, sehingga Kerajaan berubah bentuk menjadi Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martadipura.
Selanjutnya sesuai perkembangannya, Islam terus berkembang pesat sampai pada masa Sultan Kutai ke-IV, yaitu Sultan Aji Mandarsyah, pada saat itu ada ulama yang terkenal yang memberi pengaruh pesatnya Islam yaitu, Ulama Tuan Tunggang Parangan.
Selain itu, kedekatan Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martadipura dengan Kesultanan Gowa juga menghadirkan ulama terkenal lainnya yaitu Dato Ri Bandang dari Makassar.
Kesultanan Kutai saat itu juga telah mempunyai sistem pemerintahan yang baik, yakni terbukti dengan berlakunya Undang-undang Panji Selaten dan Maharaja Nanti atau Beraja Niti.
Kedua undang-undang ini dibuat semenjak bersatunya kedua Kerajaan yang sama-sama berdiri di daerah Muara Kaman, yaitu Kutai Kertanegara dan Kutai Martapura hingga menjadi Kesultanan.
Undang-undang Panji Selaten mengatur sistem pemerintahan, yaitu dari dusun, kampung, negeri, dan kerajaan. Sedangkan Undang-undang Beraja Niti, mengatur hubungan rakyat dengan rakyat.
Sehingga di sinilah para Arkeolog dan para ahli Sejarah menegaskan, bahwa Kesultanan ini pernah mendapat pengaruh langsung dari raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari yang pada perkembangannya dilanjutkan oleh Kerajaan Majapahit.
Selain dari kata "Kertanegara", hal ini juga bisa disimpulkan dari penggunaan nama "Panji Salaten" dan"Beraja Nanti" pada undang-undang yang diberlakukan di daerah Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martadipura.
Selanjutnya semenjak Belanda masuk, perkembangan pemerintahan Kesultanan Kutai Kertanegara Ing Martadipura ada keterlibatan pengaruh Belanda, mulai dari perang hingga masuk dalam pemerintahan.
Sejarah juga mencatat, bahwa di Kalimantan Timur juga pernah berdiri Kerajaan Pasir, dan pada perkembangannya, kerajaan ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kutai Mulawarman Martapura.
Tetapi setelah wibawa kerajaan tertua di Indonesia itu merosot akibat kalah perang melawan Kerajaan Kutai Kertanegara.
Sehingga Kerajaan Pasir segera melepaskan diri dan kembali berdiri sendiri lepas dari kekuasaan Kerajaan Kutai Kertanegara Martapura.
Kerajaan Pasir merupakan kelanjutan dari Kerajaan Sadurangas yang didirikan oleh orang-orang pelarian dari Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Daha di Kalimantan Selatan.
Pemimpin para pelarian ini adalah seorang wanita bernama Putri Petung. Kerajaan ini mencapai puncak kemajuannya di bidang sosial ekonomi semasa pemerintahan Sultan Aji Anom Singa Maulana pada pertengahan abad ke-17 Masehi.
Selanjutnya saat Belanda mulai masuk wilayah Nusantara, maka kerajaan Pasir kedepannya harus berseteru dengan Belanda.
Pada tahun 1400 Masehi, di Kalimantan Timur juga muncul Kerajaan Berau. Rajanya yang pertama adalah Baddit di Pattung yang bergelar Aji Raden Surianata Kesumaningrat.
Pusat Kerajaannya berada di daerah pedalaman sekitar Sungai Lati, Sungai Ulak, dan Sungai Pengawas, pada mulanya Kerajaan Berau berada di bawah kekuasaan Kutai Mulawarman Martapura.
Setelah Mulawarman Martapura pudar, Berau langsung masuk ke dalam vassal Kerajaan Majapahit. Namun sistem pemerintahannya tidak menganut pola Jawa, tapi Melayu.
Sebagai kerajaan yang letaknya di utara Kalimantan Timur, Kerajaan Berau memang lebih banyak dipengaruhi oleh Melayu. Kendati berada di bawah pengaruh Majapahit, Kerajaan Berau menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Kerajaan Brunei, terutama pada masa pemerintahan Aji Temanggung Berani yang menjadi raja keenam dari tahun 1557 M sampai tahun 1589 M.
Setelah Aji Dilayah sebagai raja yang kesembilan turun tahta, pemerintahan dipegang oleh dua putranya, Pangeran Tua dan Pangeran Dipati.
Pada saat ini Wilayah kerajaan dibagi dua, Pangeran Tua dan keturunannya menguasai daerah sebelah selatan Sungai Kuran dan tanah sekitar Sungai Kealay.
Sedangkan Pangeran Dipati dan keturunannya menguasai bagian utara Sungai Kuran dan daerah sekitar aliran Sungai Segah.
Raja yang memerintah secara bergantian dari kedua keturunan tersebut adalah pada mulanya Pangeran Tua menjadi raja dan Pangeran Dipati menjadi mangkubumi.
Selanjutnya Pangeran Dipati mendapat giliran menjadi raja, sedangkan yang menjadi raja muda adalah Pangeran Tua yang bernama Hassanuddin.
Setelah Pangeran Dipati mengundurkan diri, tahta kesultanan diserahkan kepada putranya sendiri yang bernama Aji Kuning.
Akibatnya terjadilah perselisihan, sebab sesuai konsensus yang seharusnya mendapat giliran menjadi sultan adalah Hassanuddin.
Namun ternyata pada perkembangannya, Hassanuddin lebih memilih untuk mengalah dan merelakan tahta diduduki oleh Aji Kuning.
Setelah Sultan Aji Kuning meninggal, barulah Hasanudin diangkat menjadi sultan, pengangkatan ini tercatat pada tahun 1731 M.
Oleh karena Sultan Hassanuddin menikah dengan putri raja Solok, Kepulauan Sulu, Filipina, maka pusat pemerintahannya dipindahkan dari Benua Marancang ke Benua Kuran.
Pada saat meninggal, Sultan Hassanuddin dimakamkan di sana yaitu pada tahun 1767 M, sehingga dikenal sebagai "Marhum di Kuran." kemudian yang menjadi giliran Penggantinya adalah Sultan Zainal Abidin, keponakan Sultan Aji Kuning.
Ternyata sistem penggiliran raja, sangat rawan perselisihan, akhirna perpecahan terjadi pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin atau Sultan Aji Kuning II.
Pengangkatannya sebagai raja menimbulkan kemarahan keturunan Pangeran Tua yang merasa diperlakukan kurang adil.
Hal ini karena, keturunan Pangeran Dipati telah lima kali mendapat giliran menjadi raja, sedangkan keturunan Pangeran Tua baru tiga kali.
Oleh karena kelompok Pangeran Tua tidak mengakui Sultan Aji Kuning II, selanjutnya mereka memisahkan diri dan pada tahun 1833 mendirikan Kerajaan Sambaliung dengan rajanya yang pertama yaitu Raja Alam.
Riwayat Kerajaan Berau akhirnya berakhir di sini, sebab Sultan Aji Kuning II pun akhirnya kemudian mendirikan kerajaan baru dengan nama Kerajaan Gunung Tabur.
Perselisihan di antara kedua kerajaan inilah yang pada perkembangannya kedepan melibatkan Belanda yang mulai masuk ke berbagai wilayah Nusantara.
***
Demikianlah artikel ini penulis tuangkan, yang diulas dan diolah berdasarkan referensi sumber pustaka dari:
1. Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara (1992). Profil Provinsi Republik Indonesia: Kalimantan Timur.
2. Lembaga ANRI.
3. www.kaltim.go.id
4. www.wikipedia.org
Bacaan lainnya: https://www.kompasiana.com/sigit19781986/5f8ac16d8ede4843554e4b32/asal-mula-peradaban-suku-dayak-di-kalimantan-timur
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H