Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membingkai Peristiwa G30S, Upaya PKI Mengomuniskan Indonesia!

21 September 2020   11:49 Diperbarui: 21 September 2020   11:57 2535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para perwira korban G30S | Dokumen Via Tribunnews.com

Selama ini seringkali terdapat pertanyaan-pertanyaan yang menyoal, "Siapakah aktor peristiwa gerakan 30 September 1965?"

Dari berbagai versi menyatakan, bahwa peristiwa tersebut didalangi oleh PKI, kelompok Aidit, kelompok perwira AD, CIA, Soekarno, Soeharto atau kombinasi antara pihak-pihak tersebut.

Penamaan peristiwanya juga ada berbagai versi, seperti, Gerakan 30 September (G30S), Gestapu, Gestok, hingga G30S/PKI.

Ya, untuk menjawabnya memang tidaklah mudah, perlu membingkainya berdasarkan rangkaian-rangkaian peristiwa terkaitnya.

Oleh karenanya, berdasarkan berbagai referensi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber, maka penulis berupaya menuangkannya melalui artikel ini, dan semoga bisa memperkaya wawasan bersama.

Kembali lagi pada soal,"Siapa aktor peristiwa gerakan 30 September 1965?"

Bingkai awal dimulai pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun, ketika terjadi pemberontakan PKI 1948, atau yang juga disebut sebagai Peristiwa Madiun.

Pemberontakan ini dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan partai-partai kiri beraliran Marxsisme-Leninisme dalam Front Demokrasi Rakyat" (FDR).

Tanggal 18 September 1948, di kota Madiun, Jawa Timur,
Musso, Amir Sjarifuddin dan lainnya memimpin revolusi proletariat PKI/FDR 
untuk mendirikan sebuah pemerintahan yang disebut "Komite Front Nasional" dan mengumumkan berdirinya "Republik Soviet Indonesia".

Pemberontakan ini banyak memakan korban jiwa dari masyarakat sipil, para tokoh agama, dan para tokoh masyarakat lainnya.

Pemerintah segera mengambil gerakan cepat, dengan mengutus Kolonel Sungkono sebagai Gubernur Militer dalam rangka menumpas PKI/FDR.

Pada akhirnya pemberontakan dapat ditumpas, Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sekitar Ponorogo, berhasil ditembak mati, lalu Amir Sjarifuddin dapat ditangkap di Grobogan, Jawa Tengah dan dijatuhi hukuman mati.

Proses bertumbuhkembang PKI pasca 1948.

Pembahasan tentang PKI ini, perlu melihat juga partai komunis di dunia, seperti partai komunis di Rusia yang berpola revisionisme dan partai komunis di China yang berpola revolusioner.

Keberhasilan beberapa negara menjadi komunis inilah, yang membuat PKI yakin bahwa Indonesia akan segera menjadi negara komunis yang ke 15, sehingga PKI menganggap bahwa komunisme merupakan ideologi yang benar dan universal.

Semenjak tahun 1950, dengan diprakarsai oleh Dipa Nusantara Aidit, Sudisman, Lukman, Njoto, Sakirman, dan lainnya, PKI dapat bangkit kembali.

Di bawah kepemimpinan Aidit, PKI berkembang dengan sangat pesat, Pemilu tahun 1955 PKI meraih empat besar perolehan suara terbanyak, bahkan tahun 1959 diperkirakan anggotanya sudah mencapai jutaan orang.

Pada tahun 1960, Presiden Soekarno meluncurkan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom), oleh karenanya dibentuklah Kabinet Gotong Royong dan Front Nasional menuju Nasakom, sehingga PKI semakin dilembagakan dan ditarik menjadi bagian dari pilar kekuatan bangsa.

Terhitung mulai tahun 1963, PKI menggunakan ideologi komunis berpola strategi Peking yang menghasilkan prinsip perjuangan yang revolusioner.

Pola strategi PKI ke Peking ini dicanangkan oleh Central Committee PKI pada 23-26 Desember 1963 yang memutuskan untuk menerapkan strategi revolusioner Maoisme ala RRC.

Perubahan pola strategi PKI dari yang semula adalah pro-Moskow menjadi pro-Peking pada perkembangannya justru membentuk pola strategi kombinasi, yaitu bergerak lebih agresif, tapi tetap mengembangkan Front Nasional melalui upaya inflitrasi pada Parpol dan Ormas, lalu PKI juga mendompleng pada Presiden Soekarno dan melakukan infiltrasi pada militer.

Kemudian PKI juga melakukan berbagai strategi lainnya, seperti meningkatkan militansi pendukung agar selalu siap digerakan setiap dibutuhkan,  melaksanakan "land reform", dan melakukan radikalisasi massa.

PKI juga gencar mendukung konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora), di mana simpatisannya banyak dikonsentrasikan di Sumatera dan Kalimantan.

Kombinasi strategi ini dilakukan guna memperbesar kemungkinan keberhasilan, untuk merebut kekuasaan, apalagi China menjanjikan bantuan senjata bagi buruh dan tani.

Tahun 1965 anggota PKI diperkirakan telah mencapai 3 juta orang lebih, dan menjadi salah satu partai komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRC.

PKI mempunyai massa dalam beberapa organisasi, seperti, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), Pemuda Rakjat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI).

Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasinya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia, sehingga menjadi modal kuat buat PKI dalam rangka menanamkan ideologinya, yaitu mengomuniskan Indonesia.

Jelang Peristiwa gerakan 30 September 1965.

Strategi militan PKI selama 1963-1965 dalam melaksanakan "land reform" dan melakukan radikalisasi massa, menjadi penyebab polarisasi dan konflik.

Berbagai Konflik lokal di daerah banyak terjadi menjelang peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan telah memakan banyak korban, baik dipihak Pro-PKI maupun masyarakat yang Anti-PKI.

Akibatnya, semakin memperluas polarisasi antara masyarakat pro PKI dan masyarakat Anti-PKI, termasuk juga adanya  konflik antara PKI-PNI, PKI-NU dan PKI-TNI.

Strategi "land reform" dijalankan dengan aksi sepihak di mana Organisasi di bawah payung PKI yaitu massa buruh tani yang tergabung dalam BTI menduduki tanah-tanah penduduk dan tanah negara.

Seperti halnya juga peristiwa yang terjadi pada 13 Januari 1965, PKI melakukan kekerasan dan penodaan terhadap agama, peristiwa ini ditandai dengan terjadinya 'peristiwa Kanigoro', di Kanigoro, Kediri, Jawa Timur dan merembet pada aksi sepihak lainnya yang melibatkan organisasi di bawah payung PKI di berbagai daerah.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S).

Gerakan 30 September 1965 adalah bagian dari realisasi gerakan revolusi yang terstruktur dan terorganisasi sistematis, yakni melalui struktur organisasi tingkat pusat (CCPKI), Comite Daerah Besar (CDB PKI), Comite Kota (CK PKI) sampai ke Comite Seksi (CS PKI), beserta Biro Khusus PKI yang membina militer.

Para perwira korban G30S | Dokumen Via Tribunnews.com
Para perwira korban G30S | Dokumen Via Tribunnews.com
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965 dini hari, adalah salah satu dari realisasi gerakan revolusi PKI, bahkan berujung dibunuhnya enam jenderal senior Indonesia.

Enam jenderal senior Indonesia yang dibunuh melalui gerakan revolusi tersebut, akhirnya mayatnya dapat ditemukan di sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya.

Mayjend Soeharto tahun 1965 | Dokumen Tribunnews.com
Mayjend Soeharto tahun 1965 | Dokumen Tribunnews.com
Selanjutnya berdasar peristiwa yang terjadi, Mayor Jenderal Soeharto, Pemimpin di TNI yang berwenang saat itu, menyatakan, bahwa gerakan 30 September 1965 adalah sebuah kudeta dan pada perkembangan selanjutnya kudeta tersebut berhasil digagalkan.

Analisa.

Kehancuran PKI merupakan suatu revolusi sosial yang gagal, yang disebabkan karena aspek sistemik jangka panjang, akibat terjadinya polarisasi panjang konflik antara Masyarakat Pro-PKI-Masyarakat Anti-PKI, PKI-PNI, PKI-NU dan PKI-TNI.

Andai saja PKI hanya berperan seperti Parpol biasa yang berkompetisi dalam pemilu, dengan tidak menggunakan strategi revolusi, bukan tidak mungkin PKI justru tetap selamat sebagai suatu partai, tapi PKI justru salah jalan memilih gerakan revolusi.

Pada perkembangannya Gerakan 30 September 1965 adalah realisasi gerakan revolusi yang terstruktur dan terorganisasi sistematis, yakni melalui struktur organisasi tingkat pusat (CCPKI), Comite Daerah Besar (CDB PKI), Comite Kota (CK PKI) sampai ke Comite Seksi (CS PKI) sebagai comitte basis.

Rapat-rapat oleh para pimpinan Biro Khusus PKI dan Pimpinan CC PKI memperkuat indikasi, bahwa memang telah ada proses untuk mempersiapkan gerakannya tersebut.

Di sinilah yang menjadi latar belakang dan jadi indikatornya, bahwa PKI memang jelas terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) dan diyakini sebagai kup yang dilakukan oleh "Dewan Revolusi" yang didalangi oleh PKI beserta Biro Khusus yang mereka miliki dalam rangka membina militer.

Gerakan tersebut pada akhirnya jadi suatu revolusi sosial yang gagal, yang disebabkan karena aspek sistemik jangka panjang buah dari pergeseran pola strategi PKI yang mengkombinasikan pola pro-Moskow dan pro-Peking, yang hanya mempunyai dua hasil, yaitu berhasil menghancurkan atau jadi dihancurkan, sukses total atau gagal total.  

Pola "kontradiksi dan negasi" untuk memonopoli kekuasaan, dengan jalan kekerasan oleh PKI mendapat tentangan dari masyarakat yang anti-PKI.

Seiring waktu pasca peristiwa G30S, memunculkan ledakan konflik antara masyarakat Pro-PKI dan masyarakat Anti-PKI diseluruh daerah di Indonesia, yang mana masyarakat Anti-PKI bersuara untuk menghancurkan PKI.

Pasca peristiwa G30S, upaya Agitasi Propaganda (Agitprop) gagal dibangun oleh PKI, sehingga tak mampu mengimbangi kekuatan yang menyuarakan Anti-PKI.

Ilustrasi tuntutan rakyat bubarkan PKI | Dokumen Nusantaranews.com
Ilustrasi tuntutan rakyat bubarkan PKI | Dokumen Nusantaranews.com
Presiden Soekarno sebagai penyeimbang, tidak dapat berdiri ditengah lagi, karena anggapan terlalu melindungi PKI, sebab sebelumnya PKI mendapat keuntungan atas retorika Nasakom.

Apalagi telah terjadi penafsiran, bahwa PKI jelas-jelas telah terlibat dalam G30S, tapi tidak segera dibubarkan  oleh Soekarno.

Sehingga tindakan masyarakat dan pihak Anti-PKI yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Suharto dalam penghancuran PKI tersebut dimaksudkan sebagai jalan pintas untuk melumpuhkan PKI.

Munculnya opini PKI tidak terlibat.

Pada perkembangan berikutnya, muncul opini dan doktrin bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa G30S, bahwa penghancuran PKI dianggap telah melanggar asas kemanusiaan karena terjadi genosida.

Munculnya opini dan doktrin ini, tetap harus dilihat dalam bingkai besar situasi masyarakat pada saat itu.

Penghancuran PKI bukanlah genocide atau holocaust dalam arti PKI sebagai pihak yang tidak bersalah (innocence), tidak berdaya, serta tidak mengancam.

Karena pada saat itu, hanya terdapat dua alternatif bagi kedua kubu yang berkonflik, kehancuran PKI atau kehancuran Anti-PKI.

Justru sebaliknya, berdasarkan rangkaian aksi simpatisan PKI pra, saat dan pasca G30S, maka PKI lebih tepat dianalogikan sebagai pihak yang berpotensi besar sebagai pihak yang akan melakukan holocaust dan genocide.

Jelaslah bahwa pihak PKI merupakan pihak yang salah sekaligus pihak yang kalah, dan sebagai akibatnya pihak yang salah harus siap menanggung akibatnya.

PKI secara jelas telah mencoba memaksakan ideologi komunis yang ternyata salah, karena jika diterapkan akan menghasilkan masyarakat totalitarian.

PKI telah jelas bersalah pada anggota, simpatisan  dan keluarga PKI yang telah menjadi korban sebagai akibat salahnya strategi revolusioner PKI.

Dengan kata lain, berdasar bingkai peristiwa, kasus penghancuran PKI di Indonesia adalah dapat dibenarkan, dalam rangka mencegah pelaksanaan ideologi komunis tersebut.

Penghancuran PKI merupakan "Internal Civil War." yaitu Suatu perang yang dianggap sah dan benar secara moral jika dilakukan untuk:

Pertama, mengusir pihak yang melakukan agresi;

Kedua, dilakukan demi  intervensi kemanusiaan; dan

Ketiga, merupakan suatu
pre-emptive strike dan bela diri terhadap musuh yang sudah siap dan pasti akan  menyerang.

Berdasarkan definisi di atas maka sangatlah jelas, bahwa tindakan Masyarakat Anti-PKI untuk menghancurkan PKI, merupakan pre-emptive strike yang didasarkan oleh ancaman nyata atau strategi revolusioner PKI yang dilancarkan sejak 1963.

Kesimpulannya.

PKI secara fakta berdasarkan bingkai peristiwa sejarah, telah melakukan dua upaya kudeta, yakni pada 18 September 1948 dan 30 September 1965.

Partai Komunis Indonesia akhirnya dikubur berdasarkan Kepres No: 1/3/1966 dan Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966. Termasuk juga UU No. 27 tahun 1999 yang pada intinya  melarang berbagai hal terkait paham komunis di Indonesia.

Adanya opini hingga doktrin seolah PKI adalah korban pembantaian, PKI diperlakukan zalim, PKI sasaran fitnah, atau komunisme faham yang layak hidup, adalah kepalsuan dan kebohongan.

Komunisme telah mencatatkan lembaran hitam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, dan selalu mencari cara dan kesempatan untuk melakukan kudeta di Indonesia.

Dalam upayanya menanamkan ideologi komunis, menghalalkan segala cara, infiltrasi, kekerasan, konfrontatif, dan tak kenal kompromi.

Apapun opini tentang PKI, yang jelas dari fakta sejarah, PKI telah melakukan dua upaya kudeta, yakni pada 18 September 1948 dan 30 September 1965. Bahwa PKI sangat jelas berpaham Marxisme, Atheisme, dan Leninisme yang bertentangan dengan Ideologi Pancasila.

Bahwa adalah penting, membingkai sejarah terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) untuk diingat, dipahami, digali, agar masyarakat dan generasi penerus bangsa dapat memahaminya, sehingga tidak jatuh pada lubang yang sama kemudian hari.

Jadi, amatlah penting bagi semua elemen bangsa ini sadar akan sejarah bangsanya sendiri, termasuk peristiwa Gerakan 30 September 1965 ini, karena sejarah menentukan perjalanan dan nasib dari masa depan suatu bangsa dan negara.

Referensi;
Dispenad, Disjarahad, tirto, kompas, republika, tempo
.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun