Penghancuran PKI bukanlah genocide atau holocaust dalam arti PKI sebagai pihak yang tidak bersalah (innocence), tidak berdaya, serta tidak mengancam.
Karena pada saat itu, hanya terdapat dua alternatif bagi kedua kubu yang berkonflik, kehancuran PKI atau kehancuran Anti-PKI.
Justru sebaliknya, berdasarkan rangkaian aksi simpatisan PKI pra, saat dan pasca G30S, maka PKI lebih tepat dianalogikan sebagai pihak yang berpotensi besar sebagai pihak yang akan melakukan holocaust dan genocide.
Jelaslah bahwa pihak PKI merupakan pihak yang salah sekaligus pihak yang kalah, dan sebagai akibatnya pihak yang salah harus siap menanggung akibatnya.
PKI secara jelas telah mencoba memaksakan ideologi komunis yang ternyata salah, karena jika diterapkan akan menghasilkan masyarakat totalitarian.
PKI telah jelas bersalah pada anggota, simpatisan  dan keluarga PKI yang telah menjadi korban sebagai akibat salahnya strategi revolusioner PKI.
Dengan kata lain, berdasar bingkai peristiwa, kasus penghancuran PKI di Indonesia adalah dapat dibenarkan, dalam rangka mencegah pelaksanaan ideologi komunis tersebut.
Penghancuran PKI merupakan "Internal Civil War." yaitu Suatu perang yang dianggap sah dan benar secara moral jika dilakukan untuk:
Pertama, mengusir pihak yang melakukan agresi;
Kedua, dilakukan demi  intervensi kemanusiaan; dan
Ketiga, merupakan suatu
pre-emptive strike dan bela diri terhadap musuh yang sudah siap dan pasti akan  menyerang.