Pada satu titik tertentu terkadang kita merasa jenuh dengan pekerjaan yang kita emban di kantor, dan terkadang kita mendapati rasa ingin berhenti dari pekerjaan kita tersebut, dan bahkan sampai berpikiran mencari pekerjaan baru di tempat lain.
Apakah yang menjadi penyebabnya?
Umumnya, yang jadi penyebabnya adalah karena kita sering kali berhadapan dengan realita rutinitas aktivitas kerja setiap harinya.
Ya, aktivitas seperti, pergi kerja, absen, kadang rapat atau meeting lalu absen sore, pulang dan itu terus berulang dan bikin kita suntuk, apalagi kalau mengingat pekerjaan yang nggak ada habisnya.
Seperti halnya juga, suasana kantor yang begitu-begitu saja, kerjaan yang itu-itu saja, rekan kerja, baik itu atasan dan sesama staf yang itu-itu saja.
Nah, realita inilah kira-kira yang sering kita hadapi di kantor dan yang bisa dimungkinkan jadi penyebab timbulnya rasa jenuh tersebut.
Sejatinya, kejenuhan yang dirasakan karena rutinitas aktivitas kerja seperti yang sudah penulis jabarkan di atas, adalah dampak dari terbelenggunya sudat pandang dalam rangka mewujudkan cita-cita karir pekerjaan kita.
Wajar sih, kalau rasa jenuh itu terkadang sering kali menghinggapi kita, oleh karenanya, kita memang perlu melakukan rekonsiliasi pikiran dan memberlakukannya pada pekerjaan kita.
Nah, berkaitan dengan itu juga, ada sedikit pengalaman yang ingin penulis bagikan, semoga bisa menjadi manfaat dan wahana saling memberi saran.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
1. Memvisionerkan timeline pekerjaan
Tentunya dalam proses perjalanannya, ada beragam momen peristiwa dalam pekerjaan kita, ada kalanya memperoleh momen baik dan buruk.
Nah, di sinilah terkadang, kita lebih dominan mengingat atau menyimpan momen yang buruk yang pernah kita alami dalam bekerja.
Hal ini tentu akan berdampak pada titik fokus kita pada cita-cita, dan kita jadi sulit memaafkan riwayat maupun pengalaman buruk dari pekerjaan kita tersebut.
Sehingga munculah pada apa yang tidak kita inginkan, dan pada akhirnya kita jadi menyelaraskan diri dengan momen buruk itu, hingga akhirnya munculah rasa ketidakberterimaan diri ketika menyikapi suatu realita rutinitas pekerjaan.
Jadi, kalau sudah begini, kita perlu merekonsiliasi lagi timeline kita, lalu berpikir visioner jauh ke depan, selalu berprinsip memaafkan momen buruk yang pernah dialami saat bekerja dan meneguhkannya menjadi pengalaman yang berharga, sebagai catatan penting dalam rangka membuka lembaran baru yang berikutnya.
2. Merekondisi visi dan misi
Karena yang jelas di luar sana, orang lain akan terus bergerak dan berpacu, sudah banyak yang melakukan lompatan-lompatan hebat untuk mewujudkan cita-cita mereka dalam pekerjaan, mereka berhasil membuka belenggunya masing-masing.
Nah, kaitannya dengan itu, maka membelenggu sudut pandang dengan titik jenuh dalam pekerjaan, akan mengendorkan visi dan misi kita, dan tentu saja kita akan semakin jauh tertinggal, karena tak mampu lepas dari belenggu.
Jadi, kita perlu merekondisi kembali visi dan misi diri, dengan pandangan, bahwa ada dunia luas di luar sana, ada peluang yang masih mungkin bisa dipenuhi dan memberi kesempatan untuk lebih menyadari potensi diri dan masih realistis untuk dicapai.
3. Mereformasi perspektif diri dalam bekerja
Selalu meneguhkan prinsip diri dengan perspektif yang positif, karena prinsip diri adalah dasar fundamental, yang menjadi acuan, kerangka, ataupun logika pola pikir.
Jadi, kita harus selalu memberdayakan diri, melayani diri sendiri, bahwa apapun pekerjaan kita, tetaplah memiliki keterlibatan peran yang bermakna bagi rekan kerja dan juga kantor, sehingga kita jadi realistis dalam berproses menapaki anak tangga berkaitan dengan pekerjaan.
4. Fokus pada target karir sesuai roadmap
Sehingga dengan tetap fokus pada target berdasar roadmap karir kita masing-masing, kita kembali bijak dalam melakukan manuver-manuver ataupun langkah improvisasi berkaitan dengan bidang pekerjaan kita.
Tetap fokus pada roadmap karir juga bermanfaat untuk menyeimbangkan dan mengontrol tipikal karakter, benak pikir, dan pola kita, sehingga tidak membuat kita mudah terbawa perasaan ketika kita mendapati realita yang tidak menyenangkan berkaitan dengan pekerjaan.
***
Jadi, apa yang kita lihat sebagai realita ketika kita mencapai titik jenuh itu, hanyalah akan jadi belenggu cita-cita.
Sehingga kita harus selalu bisa berpandangan futuristik terhadap diri, bahwa di depan sana ada mimpi-mimpi yang harus kita wujudkan.
Bukan juga bermaksud menggurui, tapi semoga bisa menjadi tambahan ilmu dan wawasan yang bermanfaat.
Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H