Hari ini berada di sana, besok sudah pindah posisi di sini. Ke sana dan ke sini, pindah-pindah partai politik atau bikin Parpol baru karena perbedaan pandangan politik.
Etikanya malu-malu kucing, jinak-jinak merpati, genit-genit angsa kelihatan menghindar tapi justru mendekat dan menjilat.
Karena moralnya hanya demi kepentingan hakikinya saja yaitu merengkuh kekuasaan dengan jalan mengatasnamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Inilah kiranya gejala gejala yang sedang terjadi terkait sikap, perilaku dan karakter para politisi di negeri ini.
Para politisi yang matang dan dewasa jiwa politiknya serta mampu mengendalikan diri dari kekuasaan semata hanya sedikit sekali. Sehingga jadi tidaklah mengherankan bila inkonsistensi, kemunafikan, pragmatisme berlebihan, dan asal jeplak menjadi drama dagelan politik yang mengenaskan.
Yang pasti, politik dalam artian sesungguhnya adalah pengabdian kepada rakyat, karena rakyatlah menjadi kiblatnya dalam pengabdian politik.
Ya, semoga saja ke depannya para politisi bisa tetap menjaga tata krama politik dan menjiwainya, dan menunjukan pada rakyat bahwa mereka masih saling menghormati, saling menghargai dan berusaha membangun pemahaman dan pengertian, serta selalu memberikan yang terbaik bagi negara dan bangsa.
Politik sejati itu tak selalu identik dengan kekuasaan, karena kekuasaan hanyalah raga dari politik yang memiliki jiwa.
Bila politik itu tanpa memiliki jiwa, maka politik akan menghalalkan segala cara, abai pada etika, dan mengabaikan rakyat hanya atas nama kepentingan dan kekuasaan.
Jiwa politik yang sejati itu adalah nilai, norma, dan tata krama yang hadir untuk kepentingan yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.