Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kontroversi Pernyataan Puan (Politisi) dan Gejala Terdegradasinya Tata Krama Politik

4 September 2020   23:28 Diperbarui: 7 September 2020   08:43 3421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Puan Maharani | Dokumen foto via Tribunnews.com

Jadi, inilah alasannya dan bila bercermin dari sikap para politisi ini, maka merupakan gambaran nyata, bahwa tata krama politik mulai atau mungkin justru sudah luntur dan terdegradasi.

Sejatinya tata krama politik itu adalah politik berkeadaban yang berdasarkan pada norma-norma sopan santun, politik etik, politik yang beradab yang memiliki tujuan mulia untuk mencapai tujuan bersama dalam berbangsa dan bernegara.

Tata krama politik juga menyangkut nilai demokratis, nilai perhatian dengan masalah sosial, nilai keagamaan hingga nilai anti diskriminasi, yang di dalamnya terdapat norma atau sebuah kebiasaan yang mengatur sikap sopan dan santun serta bermartabat.

Terkadang hanya karena perbedaan pandangan politik dan ambisi kekuasaan, entah secara sadar ataupun tidak disadari, para politisi justru menebar benih-benih kebencian.

Spirit revolusioner para politisi yang seharusnya mampu dan bisa memberi tatanan dan edukasi kehidupan politik yang bermartabat sudah mulai sirna dan menunjukan perilaku yang tak beretika.

Ambisi atas kemenangan dalam pemilu demi meraih kekuasaan menyebabkan para politisi semakin lupa diri terhadap makna jiwa politik yang sejati.

Para politisi termasuk juga parpol lebih mengedepankan gelaran Pilkada dan Pilpres sebagai kepentingan dalam rangka memperoleh kekuasaan.

Politik para politisi kerapkali hanyalah merupakan strategi negosiasi dan transaksi demi kekuasaan, dan bagi-bagi jabatan, bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama dalam berbangsa dan bernegara sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

Para politisi justru terkesan mengangkangi prinsip menjunjung tinggi norma keadaban dalam berpolitik, karena terkesan pragmatis dengan menjadikan kekuasaan sebagai tujuan yang harus direbut dengan segala cara.

Alhasil partai politik dan para politisi layaknya bunglon yang terus berubah warna sesuai dengan perubahan dari kepentingannya masing-masing.

Kenapa seperti bunglon? Contoh saja bagaimana gambaran perilakunya, pagi hari membuat pernyataan kemudian dikoreksi di siang hari, dan dibantah pada sore hari, serta diralat di malam hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun