Partai yang berani menobatkan diri sebagai oposisi hanyalah PKS, sedangkan PAN dan Demokrat masih plin plan, ataupun main politik dua kaki, Gerindra malah membelot.
Nyaris matinya oposisi ini bisa sangatlah berbahaya, karena bisa menyebabkan suatu pemerintahan menjadi otoriter, dan karena inilah yang akhirnya menyebabkan munculnya civil society, yaitu munculnya gerakan dari masyarakat sipil dalam rangka check and balance pemerintahan.
Jadi, kalau melihat dari konteksnya, maka pernyataan Jokowi tersebut, adalah mengarah ke dalam dan mengarah ke luar pemerintahan.
Dari sisi dalam pemerintahan Jokowi mengingatkan para jajarannya yang terlalu pragmatis, kurang kritis atau kinerjanya kurang dalam bekerja menjaga ritme kepentingan publik, sedangkan dari sisi luar ditujukan kepada pihak-pihak yang mengkritisi pemerintahan.
Nah, dari sisi dalam inilah, maka pemerintah harus membuktikan diri dengan kerja, termasuk kaitannya dalam penanganan Covid-19, karena soal Covid-19 ini, pemerintah masih gagal menekan tingkat kematian, apalagi Indonesia sedang dibibir jurang ancaman resesi ekonomi.
Kemudian kalau dari sisi luar pemerintahan, tentu arahnya adalah kepada pihak-pihak yang mengkritisi pemerintahan dan termasuk juga para lawan politik.
Asalkan pemerintah tidak menutup keran untuk menerima saran dan masukan, anti kritik, dan anti terhadap kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat tentu boleh dan sah saja sindiran "Zona Nyaman" tersebut diarahkan kepada pihak pengkritisi pemerintahan.
Yang jelas dalam hal ini, guna fungsi check and balance kepada pemerintah, maka harapannya kedepan tidak hanya KAMI saja yang dideklarisikan, Mahasiswa, Ormas, LSM, maupun partai bisa bergerak dalam rangka check and balance pemerintahan.
Nah, demikianlah kiranya yang bisa penulis tuangkan pada artikel ini, dan yang jelas artikel ini sifatnya adalah analisis, bisa tepat dan bisa juga meleset.
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.