Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah meneken PP no 25 tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Dengan berlakunya PP ini, nantinya gaji para pekerja akan dipotong 3 persen. Sebanyak 2,5 persennya akan ditanggung pekerja, sementara sisanya ditanggung pemberi kerja atau perusahaan.
Sebenarnya tujuan pemerintah sangat baik, menghimpun dana Tapera tersebut agar rakyat dapat memiliki rumah, yang artinya setiap warganegara memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan rumah.
Bahkan sebenarnya dapat mewujudkan sinergitas bersama, keguyuban dan kegotong royongan, karena setiap warganegara punya andil dalam pembangunannya.
Namun yang jadi sangat disayangkan itu adalah, kenapa PP no 25 tahun 2020 tersebut harus diteken ketika kondisi para kerja dan secara umumnya rakyat masih sedang dalam ekonomi yang sulit dan beban hidup yang semakin berat berkaitan dengan pandemi korona.
Meski kabarnya PP tersebut baru akan dijalankan pada tahun 2021 mendatang, tapi dihadapkan dengan ketidak pastian kondisi sulit rakyat yang sedang dilanda pandemi korona.
Maka keputusan Jokowi meneken PP tersebut dirasa kurang tepat dan semakin menimbulkan keresahan dan kegelisahan rakyat.
Di tambah lagi, bila dikaitkan juga dengan kondisi fiskal negara ataupun kondisi perekonomian negara yang tengah terpuruk karena terdampak pandemi korona.
Justru PP tersebut jadi menimbulkan spekulasi dan tudingan liar oleh khalayak publik, bahwa PP tersebut hanyalah merupakan modus ataupun sebagai akal-akalan pemerintah dalam rangka menyelematkan perekonomian negara tapi dengan cara mengambil dana dari rakyat.
Mungkin kasarannya, cari duit yang paling gampang biarlah rakyat saja yang ta" pera" (s), bahkan tudingan itu semakin bergulir liar saja, kalau PP Tapera tersebut merupakan senjata ampuh pemerintah untuk memalak dan memeras rakyat.
Jadi, ya wajar-wajar saja kalau berbagai spekulasi liar tersebut akhirnya banyak bermunculan dan bergulir dikhalayak publik, karena nyatanya kondisi pandemi korona ini membuat segala sesuatunya masih tidak pasti.
Andaikata berkaitan dengan PP Tapera tersebut diteken nanti saat kondisi ekonomi rakyat sudah mulai membaik setelah pandemi korona ini, mungkin responnya tidak akan jadi kontroversi.
Terang saja rakyat jadi semakin merasa tertekan, belum juga usai tekanan akibat musibah pandemi korona yang memberatkan dan membebani kondisi ekonomi rakyat hingga menguras tenaga dan pikiran, tapi pemerintah justru tambah membebani rakyat dengan meneken PP Tapera tersebut.
Seharusnya pemerintah dapat bijaksana terlebih dahulu, karena dengan melihat kondisi rakyat yang masih sulit karena pandemi korona ini, sebaiknya janganlah menelurkan kebijakan-kebijakan yang sensitif berkaitan dengan kondisi ekonomi rakyat.
Lalu, kalau nantinya dilaksanakan, maka kedepannya dalam proses pelaksanaan proyeknya juga mesti transparan, karena ini menyangkut uang rakyat sehingga sangat perlu dipertanggung jawabkan kepada rakyat.
Karena seperti yang diketahui, kasus-kasus korupsi masih menggelinding bak bola salju di negeri ini, jangan sampai Tapera ini akhirnya juga justru jadi ladang bancakan korupsi.
Selain itu juga perlu di pilih dan di pilah secara selektif, teliti dan profesional terkait siapa-siapa yang bakal jadi para rekanan atau pengembangnya yang ditunjuk dalam proyek Tapera ini.
Sebab seperti yang diketahui, banyak proyek pembangunan perumahan yang mangkrak karena pengembangnya tidak bertanggung jawab, lari dan tidak profesional.
Begitu juga dalam segala proses penunjukannya mesti dilakukan secara fair sesuai prosedural yang berlaku, jangan sampai ada kolusi dan nepotisme.
Yang jelas, ketika urusannya nanti rakyat ingin memiliki rumah atau sudah waktunya mengambil haknya ini, agar kiranya dipermudah, janganlah dipersulit dan prosesnya berbelit-belit.
Ya, PP Tapera telah diteken, artinya meski di tengah kondisi yang tidak pasti karena pandemi korona ini, meski dengan terpaksa, maka mau tak mau kedepannya rakyat pekerja tetap diwajibkan membayar iuran tapera ini dan harus patuh membayarnya.
Semoga saja Tapera ini bukan merupakan Ta "pera" (s), sebagai modus pemalakan yang semakin menyulitkan rakyat pekerja seperti yang sudah jadi spekulasi liar yang bergulir di publik.
Secara umumnya, rakyat hanya bisa berharap agar pemerintah dapat lebih bijak dalam menelurkan kebijakan ditengah kondisi sulit dan tidak pasti karena pandemi korona ini.
Semoga Tapera ini, memang kedepannya untuk kesejahteraan rakyat dan negara benar-benar dapat mewujudkan perumahaan bagi rakyatnya.
Salam.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H