Bagi para pekerja, keinginan kuat untuk selalu bekerja dengan giat itu pasti ada, apa lagi kalau dinanti dengan bonus insentif yang besar dan hitungan besarnya bonus uang lembur yang diterima.
Terkadang para pekerja akan rela mengorbankan segalanya asalkan bonus insentif hingga uang lembur tersebut dapat diraih dan menebalkan kantong.
Umumya hal ini juga kerap berlaku seterusnya, terkadang meskipun sudah memasuki bulan ramadhan ataupun hingga hari raya idul fitri sekalipun, tetap juga tak menyurutkan niat sebagian besar dari para pekerja untuk tetap ngoyo mengejar target bonus, insentif ataupun uang lembur yang ditawarkan dari kantor masing-masing.
Apalagi ketika berkaitan dengan pandemi wabah korona, yang akhirnya harus menuntut para pelaku usaha untuk menerapkan bekerja di rumah atau Work From Home, tetap tak juga menyurutkan pekerja demi tetap mengejar target bonus, insentif ataupun uang lembur tersebut.
Padahal bekerja tak harus juga terlalu ngotot dan ngoyo, karena kesehatan dan keluarga itu adalah yang lebih utama.
Ya, memang terkadang demi mengejar target ambisi dan untuk urusan kantong seringkali para pekerja sedikit lalai dan terlupa memperhatikan kondisi kesehatan diri, terlupa bahwa tak harus selalu mengejar ambisi meraih bonus, insentif ataupun uang lembur tersebut.
Bahkan terlupa menyisihkan waktu ataupun memberi perhatian untuk keluarga dan sanak famili, ataupun perhatian bagi kehidupan lingkungan sosial baik itu pada tetangga, teman dan lainnya.
Memang benar, kehidupan juga bersumber soal uang ataupun penghasilan yang dimiliki, yang artinya juga dalam hal ini poros kehidupan adalah uang, karena tak ada uang tak bisa membeli kebutuhan hidup.
Uang memang menjadi motif dalam hidup ini, begitu pula dalam lingkup pekerjaan, tak pelak demi memenuhi target agar dapat membeli apa yang dinginkan banyak orang yang bekerja mati-matian untuk mendapatkannya.
Tapi sebenarnya tidaklah harus begitu, tidaklah harus terlalu ngoyo tapi melalaikan orang-orang yang disayang, mengabaikan kondisi kesehatan tubuh bahkan sampai akhirnya jatuh sakit.
Bekerja dengan giat dan tekun tentu saja boleh, namun demikian janganlah juga mengabaikan hal-hal lain, seperti menjaga kesehatan, silaturahmi keluarga, kehangatan bersama pasangan dan tali persaudaraan bersama teman ataupun tetangga.
Yang jelas, kebahagiaan itu tak bisa dibeli atau dilabeli dan diukur dengan uang, karena semua bisa sirna seketika bila uang itu habis karena jatuh sakit, karena tak bisa menjaga kesehatan diri.
Kebahagiaan itu datang dari sekitar lingkungan kita, sehingga dari inilah harapannya kita bisa menjaga kadar antara bekerja dan kehidupan sosial, karena tak selamanya materi dapat membeli kebahagiaan.
Oleh karenanya semoga beberapa hal yang coba penulis jabarkan mengenai pentingnya untuk selalu memperhatikan kondisi kesehatan, keluarga dan silaturahmi dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berkenan membaca artikel ini.
Tenaga jangan diforsir, terlalu ngoyo dan ngotot demi pekerjaan, meski kondisi kesehatan telah terganggu tetap sama sekali tak perhatian.
Tubuh yang terlalu sering diforsir untuk bekerja lebih dari biasanya, hingga ngoyo, ngotot dan sedikit istirahat semakin kedepannya bisa tidak akan baik-baik saja.
Meski terkadang tubuh terasa kuat, sanggup menerima bahkan tidak bereaksi apa-apa, namun bukan berarti tak ada masalah dan bersinggungan dengan risiko kesehatan, karena bisa saja tidak terjadi saat itu, namun bisa saja nanti efeknya dirasakan dibelakang hari kemudian.
Yang pasti bekerja ataupun dalam aktivitas lainnya janganlah juga kondisi fisik dan kesehatan diabaikan, tetap harus menjaga kesehatan, seperti menjaga pola makan, jam tidur, waktu istirahat dan pola hidup sehat yang lainnya.
Karena semuanya akan jadi penyesalan bila suatu saat hidup ini dan semuanya jadi hancur berantakan, karena akhirnya jadi jatuh sakit dan sering sakit-sakitan.
Memang bekerja giat sampai tak kenal waktu, lupa dan mengabaikan kondisi diri demi mengejar bonus, pasti akan mendapatkan ganjaran yakni penghasilan lebih meningkat.
Akan tetapi buat apa semua diraih, kalau itu semuanya akhirnya akan habis dipakai untuk biaya perawatan kesehatan akibat jatuh sakit karena abai dan lalai pada kondisi diri.
Oleh karena itu, jangan sampai pekerjaan dan aktivitas berlebih jadi merusak waktu istirahat, waktu tidur dan waktu makan, karena menjadi sehat tetap yang utama.
Keluarga, sanak famili, dan jalinan tali silaturahmi jangan sampai tercampakan karena terlalu sibuk dalam bekerja.
Umumnya dalam bekerja itu yang berlaku adalah 5 hari kerja dari 7 hari yang tersedia setiap pekannya, sekitar 40 jam dihabiskan untuk menunjukan loyalitas dan dedikasi pada tempat bekerja.
Terkadang hari Sabtu dan Minggu juga terkena imbasnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai, atau demi mengejar target bonus, insentif dan uang lembur tapi tetap mengorbankan hari Sabtu dan Minggu.
Lalu dari sisa waktu yang ada, seberapa banyak dan seberapa bisa untuk disisihkan dan dapat bertemu dengan keluarga, sanak famili dan waktu silaturahmi? bahkan terkadang hanya sekedar menanyakan kabar saja sampai tidak sempat, karena terlalu disibukkan dengan pekerjaan yang terlalu banyak menyita waktu.
Yang pasti, membangun komunikasi keluarga dan jalinan tali silaturahmi pada lingkungan sosial itu amatlah penting dan harus tetap dijaga dengan baik. Karena keluarga, baik itu istri, anak, saudara, ayah, ibu, dan kerabat lainnya pasti juga sangat merindukan kasih sayang dan perhatian, rindu untuk dapat bercurah hati dan berbicara banyak.
Begitu juga kaitannya dalam hal silaturahmi dilingkungan sosial, baik itu kepada teman dan tetangga, perlu juga mendapat perhatian agar kedepannya selalu tetap terjalin persaudaraan dan hubungan kekerabatan.
Uang bisa membeli materi, tapi uang tidak bisa membeli kebahagiaan.
Pastinya, beberapa hal yang menjadi sumber bahagia dalam kehidupan ini tak bisa dibeli dan diukur dengan materi dan uang, sebab materi dan uang itu hanya membawa rasa nyaman dan aman itu kedalam kehidupan fatamorgana belaka.
Karena sejatinya kebahagiaan itu bisa didapatkan dari sebuah rasa kasih sayang dalam keluarga, rasa kekeluargaan, rasa kekerabatan yang semua ini tak bisa dibeli dengan uang dan diukur dengan materi, inilah arti sejatinya kebahagiaan itu sebagai bentuk nyata dari kehidupan yang sesungguhnya.
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H