Memiliki rekan kerja di kantor yang suka main watak tentunya akan membuat suasana kerja menjadi sangat tidak nyaman.
Istilah lainnya bagi rekan kerja yang suka main watak ini adalah orang yang suka makan tulang teman, atau juga teman makan teman.
Di kala tim kerja dan rekan kerja yang lainnya bersusah payah dan berjibaku sedemikian rupa demi kerjasama dan profesionalitas pekerjaan di kantor tapi dia sering cari cara main watak untuk tidak terlibat dan menghindar atau cari selamat bagi dirinya sendiri.
Bahkan, dari peran watak yang sering dimainkannya tersebut, kedepannya bisa sangat mengganggu kekompakan dan keutuhan tim kerja.
Biasanya rekan kerja yang bertipikal si pemain watak ini akan menjalankan aksi perannya tersebut bak pemain sinetron, agar dirinya merasa nyaman dan selamat sendiri.
Aksi peran main wataknya sangat terampil dan seringkali berhasil mengambil hati unsur pimpinan bahkan juga kita sendiri dan tim kerja.
Beberapa aksinya tersebut seperti misal, dikala kita sedang berjibaku gotong royong bersama bersih-bersih kantor, tapi demi menghindari kegiatan tersebut dia memainkan aksi peran pura-pura sakit, atau dia tidak bisa ikut karena deadline pekerjaannya sudah ditunggu oleh pimpinan.
Atau saat tim kerja berjibaku menghadapi tim audit independen, tetiba saja dia langsung alasan dengan berpura-pura sakit, ataupun alasan dan beberapa aksi main watak lainnya yang intinya dia bisa menghindar dari kegiatan yang kurang nyaman bagi dirinya.
Perilaku aksi peran main wataknya ini tidak sekali dua kali saja, tapi seringkali dilakukannya yang penting intinya dia bisa selamat dan nyaman sendiri tanpa sama sekali perduli dengan perasaan orang lain.
Bahkan dia sama sekali tak pernah merasa berdosa ataupun terbebani sedikitpun, kalau apa yang dilakukannya tersebut seringkali sangat membuat jengkel, merepotkan dan membebani tim kerja dan rekan kerja lainnya.
Terang saja dari aksi peran main wataknya ini, lama kelamaan akan dapat merusak dan mengganggu suasana dan kekompakan tim kerja jadi terasa tidak nyaman dan kondusif.
Pastinya aksi main watak yang sering diperankan oleh rekan kerja kita ini, tidak boleh lama-lama dibiarkan begitu saja, sehingga harus ada yang menginisiasi bagaimana caranya agar bisa menyadarkan dan mengatasi rekan kerja yang suka main watak ini.
Lalu bagaimanakah cara menyadarkannya dan mengatasinya bila ada rekan kerja yang suka main watak ini?
Ya, memang benar kalau tidak segera disadarkan dan diatasi, maka rekan kerja yang suka main watak ini tidak akan pernah bisa sadar dan dapat menulari yang lainnya.
Karena perilaku main watak ini bisa akan mengkontaminasi dan meracuni tim kerja serta rekan kerja lainnya yang bisa bakalan ikut-ikutan berperilaku seperti dia, yaitu main watak.
Oleh karenanya, semoga apa yang penulis coba sampaikan berdasarkan sedikit pengalaman ini dapat berguna dan bermanfaat.
Jadi, untuk menyadarkan dan mengatasi rekan kerja yang suka main watak ini memang harus ada yang menginisiasi, sehingga harus ada komitmen bersama dan kata sepakat diantara tim kerja dan rekan kerja yang lainnya.
Ketika sudah ada yang menginisiasi dan sudah ada komitmen yang ditetapkan bersama, tibalah saatnya mengeksekusi untuk menyadarkan dan mengatasi rekan kerja yang suka main watak ini.
Catat dan tandai berapa kali dia sudah bermain watak, kalau perlu boleh difoto atau direkam dengan video untuk sebagai bukti aksi main wataknya tersebut.
Kemudian secara bersama-sama dengan didukung bukti yang ada untuk mengingatkan dia secara baik-baik, bahwa apa yang sering dilakukannya itu tidak benar, dan sudah terbaca oleh semua rekan dan tim kerja.
Biasanya setelah diingatkan begini, kalau tingkatan main wataknya masih belum terlalu lihai, dia bisa segera menyadari bahwa aksi main wataknya tersebut sudah ketahuan dan terbaca.
Sehingga dia akan perlahan malu sendiri dan mulai sedikit demi sedikit memperbaikinya, namun jangan terlena biasanya aksinya tersebut dapat kambuh kembali.
Maka agar tidak sering kambuh tetap harus diingatkan dan disadarkan, sehingga dia menyadari kalau aksi main wataknya sudah tidak bisa diterapkannya lagi, karena selalu dapat terbaca dan ketahuan, sehingga mau tidak mau dia harus meninggalkan kebiasaannya tersebut dan akhirnya jadi sadar sepenuhnya.
Bagaimana bila rekan kerja yang suka main watak itu sudah tingkatan yang bebal dan expert atau sangat lihai, bahkan cara yang ditempuh diatas, tidak dapat menyadarkan dan meluluhkannya?
Kalau sudah begini, tidak ada salahnya menginformasikan tabiat perilakunya tersebut kepada unsur pimpinan, bahwa ada rekan kerja yang suka main watak dikantor.
Memang satu kali atau dua kali, unsur pimpinan tidak bisa percaya begitu saja, karena terkadang saking menjiwainya peran watak yang dimainkan oleh rekan kerja kita tersebut sering dapat mengelabui unsur pimpinan.
Namun dengan bukti kekompakan komitmen bersama melalui catatan dan didukung bukti dokumentasi yang sudah didapatkan bersama, terkait sudah berkali-kali aksi main watak tersebut dimainkan.
Maka biasanya unsur pimpinan akan mulai mempertimbangkannya dan mulai mengawasi gerak gerik rekan kerja kita ini yang suka main watak untuk mengecek kebenarannya, berkaitan dengan benar atau tidaknya aksi main wataknya tersebut.
Biasanya setelah unsur pimpinan mulai dapat membaca aksinya, maka rekan kerja kita yang suka main watak tersebut akan dipanggil tersendiri dan pastinya dalam rangka mengingatkan dan menyadarkannya.
Hal ini dapat terbaca bila ada perubahan signifikan dengan berkurangnya aksi main wataknya tersebut, yang jelas karena sudah terbaca oleh unsur pimpinan, dia akan berpikir kembali kalau mau melakukan aksi main watak lagi.
Maka pilihan tinggal ada padanya, mau terus beraksi main watak lagi atau tidak, karena yang pasti kelakuannya tersebut sudah banyak diketahui orang kantor dan unsur pimpinan.
Sehingga kalau mau diulangnya lagi dia akan sangat mengetahui risiko dan dampak yang terjadi padanya dan yang banyak berlaku, dia akan sadar dengan sendirinya.
Jadi kesimpulannya, bila di kantor ada rekan kerja yang suka main watak ini, jangan di biarkan begitu saja, karena dapat menulari, meracuni dan mengkontaminasi kita dan rekan kerja yang lainnya.
Maka wajib hukumnya untuk disadarkan dan diatasi, agar tidak merusak suasana kerja dan menghancurkan kekompakan tim kerja serta tidak menulari, meracuni dan mengkontaminasi kita dan rekan kerja yang lainnya.
Semoga dapat bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H