Sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, di Provinsi Kalimantan Timur telah ditetapkan jadi Ibu Kota Negara.
Berbagai macam hal terkait persiapan dan kesiapan, baik itu mengenai payung hukum Undang-undang, anggaran, infrastruktur dan lainnya mulai diproses.
Tidak dinafikkan kedepan, Provinsi Kalimantan Timur akan kehilangan sebagian besar wilayah PPU dan Kukar, berbagai macam sumber daya termasuk juga sumber daya hutan, karena kedua wilayah ini nantinya akan berdiri lepas dari Kalimantan Timur menjadi wilayah Otorita tersendiri.
Tentu sebagai wilayah Otorita maka IKN akan memiliki wewenang dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri sebagai Daerah Khusus Ibu Kota Negara.
Terkait hal ini, pemerintah pusat akan membentuk Badan Otoritas Ibu Kota Negara baru yang akan menjadi badan pelaksana dan pengelola pembangunan wilayah IKN di Kalimantan Timur.
Bahkan Presiden RI Joko Widodo atau (Jokowi) sudah mengumumkan ke-4 kandidat calon pemimpin Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara yang baru tersebut, sampai nanti terbentuknya pemerintahan di IKN.
Beberapa nama sudah mencuat dan diumumkan mereka di antaranya adalah Basuki Tjahaja Purnama, Bambang Brodjonegoro, Tumiyono, dan Abdullah Azwar Anas.
Lalu bagaimana kedepannya terkait Badan Otorita dan secara umumnya tentang IKN ini?
Seperti yang diketahui bersama, berbagai hal terkait keputusan dan kebijakan mengenai Ibu Kota Negara yang baru, harus ada payung hukumnya.
Sementara itu payung hukum yang memuat aturan Undang-undang tersebut belum ada, belum selesai diproduksi oleh DPR dan belum disahkan.
Akan tetapi Presiden Jokowi sudah mengumumkan nama-nama calon yang bakal jadi pemimpin Badan Otorita IKN.
Memang benar, Presiden memiliki kewenangan untuk memberi izin dan melantik pemimpin Badan Otorita IKN, namun haruskah tindakan itu menabrak konstitusi, dan tanpa dasar landasan undang-undang ataupun payung hukum?
Presiden Jokowi juga pernah merilis secara resmi, bahwa terkait hal-hal yang berkenaan dengan IKN, akan dibuatkan dan dituangkan melalui aturan Undang-undang dalam skema Omnibus Law.
Omnibus Law sendiri merupakan suatu kumpulan regulasi yang disederhanakan, yang memangkas berbagai tumpang tindih aturan agar menjadi kemudahan dan tidak mempersulit rencana pemerintahan.
Lalu, terkait Badan Otorita IKN ini ada juga alasan yang dikemukakan oleh Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI, Suharso Monoarfa.
Bahwa pembentukan Badan Otoritas pemindahan ibu kota tidak perlu menunggu terbitnya peraturan perundangan-undangan dalam skema Omnibus Law.
Maka bila dilihat sesuai fakta dan realita yang ada ini, berarti pemerintah bisa langsung mengambil keputusan tanpa perlu lama-lama menunggu Omnibus Law disahkan, tanpa payung hukum dan landasan Undang-undang, maka Pemerintah dan Presiden Jokowi bisa langsung bertindak mengambil keputusan.
Loh, kok begitu ya? Masa memang benar harus seperti itu? Mengapa ada kesan pemerintah begitu terburu-buru?
Ya, sudah barang tentu kondisi ini akan jadi perdebatan dan pertentangan oleh publik, bagaimana ceritanya bisa begitu, betapa kelucuan yang tidak lucu terjadi, Pemerintah dan Presiden justru akan menabrak atau melanggar konstitusi.
Pasalnya, apapun itu judulnya berbagai hal yang berkenaan dengan IKN ini, harus tetap ada payung hukumnya, wajib berlandaskan Undang-undang.
Bukannya juga terlalu dini memprediksikan atau berprasangka, maka kalau nanti pemerintah atau Presiden Jokowi tetap bersikukuh melantik pimpinan Badan Otorita IKN tanpa ada atau berdasarkan payung hukum serta berlandaskan Undang-undang atau menunggu rampungnya Omnibus Law maka adanya latar belakang kepentingan-kepentingan tertentu wajar jadi dugaan.
Karena memang kedepan berbagai mega proyek dan gelontoran dana investasi akan bermain dalam rangka pembangunan dan pengelolaan IKN ini, termasuk juga aktivitas proyek-proyek yang sudah ada sebelumnya di sekitar wilayah IKN.
Sehingga bisa ditebak siapa-siapa sajakah para pemain yang bakal bermain di berbagai mega proyek dan investasi tersebut.
Ya, para pengusaha, para politisi, para investor dan dari kalangan pemerintah sendiri akan bermain di IKN kedepan dan tentu bisa ditebak juga siapa-siapa sajakah yang bakal meraup keuntungan besar dari ini semua di IKN.
Sehingga boleh juga diduga, mencuatnya dan diumumkannya nama-nama yang bakal menjadi calon pemimpin Badan Otorita IKN ataupun siapa yang bakal memimpin kedepan terlihat ada muatan kepentingan lingkaran simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan diantara para pengusaha, para investor dan dari kalangan pemerintah sendiri. Sementara itu publik hanya jadi penonton dari berbagai permainan kepentingan tersebut.
Kemudian, yang tak kalah penting, bahwa kedepan wilayah IKN dan wilayah sekitar yang menjadi penyangga, akan terjadi migrasi orang hingga kurang lebih dari 3 Juta orang.
Tentu saja kondisi ini akan berdampak pada sisi kearifan lokal, termasuk juga berdampak pada masyarakat lokal yang sudah lama berdiam di wilayah IKN dan wilayah penyangga lainnya.
Potensi ancaman semakin terdesaknya dan tergusurnya kearifan lokal dan masyarakat lokal yang semakin tidak mendapat tempat hanya jadi penonton dan jadi tamu di rumah sendiri, menjadi kekhawatiran masyarakat di wilayah IKN dan sekitarnya, dan tentunya kekhawatiran ini adalah hal yang wajar diungkapkan oleh masyarakat di wilayah IKN dan sekitarnya.
Lalu, berlatar dari semua ini, bagaimana sih sebenarnya enaknya, atau yang pas itu seperti apa?
Bukan berarti lancang memberi solusi, tapi tentunya selama dijamin konstitusi, maka memberi saran dan kritik membangun kepada pemerintah belumlah terlarang di Indonesia ini.
Jadi, berkaitan dengan rencana pemerintah atau Presiden Jokowi soal IKN kedepan, maka pemerintah seyogianya agar tidak terlalu terburu-buru mengambil keputusan terkait IKN ini, termasuk dalam hal mengangkat melantik Pemimpin Kepala Badan Otorita IKN. Pemerintah tetap harus berpegang teguh pada konstitusi, harus berlandaskan Undang-undang dan berdasarkan payung hukum yang jelas.
Agar dapatnya juga, pemerintah lebih mendalam lagi atau lebih komperehensif lagi dalam mempertimbangkan maupun menganalisis berbagai hal terkait perencanaan, pembangunan dan pengelolaan IKN kedepan
Yang jelas publik atau rakyat hanya berharap, bahwa soal IKN ini harus berimbang, maka janganlah hanya mengutamakan berbagai kepentingan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.
Rakyat hanya menuntut bukti seperti yang dijanjikan pemerintah, bagaimana pemerintah dapat berlaku adil dan merata dalam memakmurkan rakyatnya, bagaimana pemerintah mengejawantahkan arti sejatinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H