Kenapa ?
Pemanfaatan gawai pada balita dapat memiliki dampak adiktif yang lebih kuat, dan mempengaruhi pola berpikir kognitigtif yang cukup signifikan terhadap proses tumbuh kembang balita.
Sehingga akibat dampak  adiktif atau ketergantungan ini, balita jadi terbiasa dan selalu mencari gawai sebagai sarana bermain dan hiburannya, dengan gawai ditangan balita justru jadi apatis dengan lingkungan di sekitar mereka, bahkan dengan satu sama lain.
Balita yang telah berteman akrab dengan gawai hingga larut dengan dunianya sendiri, dapat menyebabkan balita jadi semakin jarang berinteraksi dengan teman sebayanya, dimana seyogianya bermain dan berinteraksi adalah merupakan kebutuhan dasar balita, tapi justru tenggelam dengan gawai.
Pada masa tumbuh kembang anak balita mulai dari usia 0-5 tahun, otak anak balita sedang dalam masa perkembangan yang pesat atau sedang dalam usia emas.
Ini karena pada masa usia tumbuh kembang ini, rangsangan motorik maupun non motorik sedang direspon dan diterima secara maksimal.
Lalu, Ini dapat berimbas juga terhadap pola asuh dan komunikasi antara orangtua dengan balita. Komunikasi yang terjalin seharusnya bersifat dialogis, dua arah atau saling timbal balik.
Namun dengan pemanfaatan gawai pada balita, orangtua yang seharusnya menjadi panutan dalam pola asuhnya bagi balita, justru jadi bersifat acuh tak acuh terhadap kondisi balitanya.
Sehingga orang tua terkesan mengabaikan balitanya padahal pada usia balita, anak lebih membutuhan sentuhan kebutuhan fisik maupun kebutuhan non fisik(mental).
Kondisi seperti ini tentu saja berpengaruh pada pola komunikasi dan pengasuhan, karena dapat berpengaruh pada kondisi mental balita.
Balita akan merasa disisihkan, diabaikan, atau tidak diperhatikan, karena dia merasa telah diacuhkan oleh kedua orangtuanya yang semestinya memberikan perhatian tapi justru gawai yang diberikan.