Tepat 31 Desember tengah malam pukul 00.00, tahun 2019 tentunya akan segera berlalu, tentunya seluruh umat manusia akan menyongsong tahun 2020.
Bagi saya, tahun 2019 adalah tahun yang memprihatinkan bagi sisi kemanusiaan (Humanisme) dan Hak Asasi Manusia (HAM) di negeri ini.
Tahun 2019 sungguh merupakan tahun yang keras dan sangat penuh kedukaan serta menjadi catatan kelam bagi sisi kemanusiaan atau Humanisme dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Rakyat Indonesia pasti akan selalu mengingatnya sebagai bagian dari sejarah yang memilukan dan duka yang mendalam bagi perjalanan bangsa dan negara.
Catatan kelam terenggutnya, ribuan nyawa rakyat Indonesia yaitu gugurnya ratusan jiwa petugas penyelenggara Pemilu 2019, puluhan korban meninggal kerusuhan 21-22 Mei 2019, puluhan korban meninggal demonstrasi massa pada September 2019, ratusan korban meninggal peristiwa Rasialis yang memicu pecahnya kerusuhan di Papua, termasuk juga adanya berbagai tindak-tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM.
Selain itu, puluhan korban meninggal juga berjatuhan dari jajaran aparat TNI dan Polri dalam rangka memberantas separatis KKB di papua, dan mungkin juga masih ada berbagai peristiwa kemanusiaan dan pelanggaran HAM lainnya.
Yang jelas, ribuan nyawa yang hilang, airmata yang menetes, kehilangan orang yang dikasihi dan dicintai, hingga harta benda yang musnah dari berbagai peristiwa yang memilukan diatas masih begitu membekas dalam benak pikiran rakyat.
Betapa latar belakang dengan mengatas namakan "kepentingan" menjadi kendaraan atau tunggangan untuk dimanfaatkan pihak ketiga atau penumpang gelap demi mencapai tujuan, yang diinginkan.
Karena adanya tujuan dari kepentingan, jalinan silaturahmi, toleransi, kerukunan dan persaudaraan yang sudah terbina jadi luntur, ketika saudara sebangsa dan setanah air, jadi saling menghujat, mencaci, membenci, bermusuhan, bertikai, dan bentrok bahkan akhirnya jiwa sampai melayang.
Keelokan dan kedamaian negeri pecah berantakan dan tersirnakan oleh kebencian, kemurkaan, dan kebengisan.
Ketika simpati dan empati datang, tak semenjana begitu saja dapat menyembuhkan luka yang sudah terlanjur menganga yang telah tergores tajam, karena rasa trauma yang masih membayangi dan rasa ketakutan kejadian akan terulang kembali.