Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Janganlah Kentut Sembarangan, Kentutlah pada Tempatnya

26 November 2019   19:32 Diperbarui: 26 November 2019   19:41 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar | Dokumen Thinkstock/Detik.com

Kentut ada yang berbunyi dan ada yang tak berbunyi. Menyoal kentut terkadang merupakan hal yang sepele semata.

Memang kentut itu sama sekali tak dilarang, namun yang jadi tidak sepele adalah ketika dampak dari kentut itu harus di tanggung bersama oleh khalayak ramai dan menjadi tanggung jawab toleransi, sopan santun dan etika

Kentut datangnya memang diluar prediksi, tanpa mengenal situasi dan tempat, tetiba saja rasa itu bisa datang seketika, kapan saja dan dimana saja, mau sendirian atau dikhalayak ramai, akhirnya terkadang karena situasi dan tempat sudah tak memungkinkan lagi untuk beralih.

Walaupun dengan susah payah sudah berusaha menahannya namun karena sudah tak bisa lagi ditahan dan beralih tempat, maka dengan terpaksa akhirnya lepas juga gas buang itu, dan akibatnya dampaknya ditanggung bersama.
Biasanya jenis kentut ini, karena proses keluarnya ditahan-tahan atau "diempet" dan dilakukan diam-diam, maka pada umumnya hasilnya tidak berbunyi dan gas buangnya baunya minta ampun.

Kemudian bisa dibayangkan yang terjadi orang disekeliling kita pada pusing tujuh keliling, dengan gerak respon dan spontan tingkat tinggi, serentak bergerak tutup hidung, dan spontan estafet tengok kanan kiri mencari asal muasal siapakah sebenarnya sang pelaku.

Meskipun pada banyak yang terjadi dalam kondisi ini, pelaku kentut tak pernah terdeteksi, karena biasanya dari pada ketahuan pelaku ikut juga tutup hidung dan berlaku sama dengan orang sekelilingnya seolah-olah ikut mencari siapa pelakunya.

Padahal yah dirinya sendirilah yang melakukannya, dan pelaku masih selamat dan beruntung karena masih dapat menghindari malu dan rasa tidak enak pada orang karena kentut tersebut.

Berbeda nasib, ketika pada kondisi yang sama seperti diatas, ndilalah kentutnya bunyi, fales pula karena diempet dan gas buang yang dihasilkan baunya minta ampun.

Dan bisa ditebak kesan selanjutnya dari orang disekeliling, sorot mata tajam tak terima, sinis, jutek akan tertuju pada pelaku, seratus persen semuanya bakal serentak hanya bisa ngedumel dan membatin dalam hati dan pelaku bakal malu minta ampun.

Situasi diatas biasanya banyak terjadi ketika di angkot, dibus kota, dikereta yang penuh berjubel orang, atau mungkin memang situasi yang tak memungkinkan beralih ke tempat lainnya.

Mungkin dalam situasi ini kentut masih bisa sedikit ditolerir dan diampuni, yah mau gimana lagi namanya juga tidak memungkinkan beralih tempat.

Nah, yang jadi soal itu ketika dihadapkan dengan situasi bisa beralih tempat tapi orang malah masih tetap kentut dikhalayak ramai, inilah ketika letak norma kesopanan, etika dan etisnya jadi tak sepele.

Mau kentut itu berbunyi atau tidaknya ketika situasi dan tempat masih dapat memungkinkan beralih tempat, maka tindakan ini mestinya dapat dilakukan.

Mengapa begitu?

Karena inilah sejatinya bagaimana bisa toleransi menghargai dan menghormati orang lain yang ada di sekitar.

Memang rata-rata orang lain hanya bisa membatin dalam hati, terlepas bunyi atau tidaknya, ketika kentut itu terdampak pada orang lain, namun disinilah letak etikanya.

Maka seyogyianya demi menjaga norma kesopanan dan toleransi pada orang lain, kalau memang dirasa kentut itu sudah ada gejala akan segera datang, maka agar dapatnya segera beralih tempat dan kentut ditempat yang tak ada orang atau pergi ke toilet ataupun beralih ke tempat yang benar-benar dirasa save untuk kentut.

Dari kentut saja yang kiranya hal sepele ini, ternyata ada cerminan bagaimana perwujudan toleransi itu dalam kehidupan sehari-harim sebagai bagian dari bentuk toleransi, saling menghargai dan menghormati.

Namun ternyata secara realitanya ada saja orang yang memang wataknya dari bawaan lahirnya tidak sopan, tanpa beban apapun, tetap kentut pula sembarangan dikhalayak ramai.

Tak perduli reaksi dan penderitaan orang yang terdampak dari kreasi hasil produk kentutnya, tetap saja dengan santai kentut sembarangan, bahkan malah ada yang dengan enaknya justru cengegesan dan tanpa dosa.

Tentu saja hal ini akan semakin membuat sewot dan senewen orang lain. Bahkan bisa saja bikin marah orang lain, memicu keributan dan suasana jadi tak nyaman.

Orang yang seperti inilah yang patut di ingatkan dan disadarkan, memang biasanya orang ini akan tidak terima diingatkan dan malah balik mempermasalahkan mengenai kentutnya, yah ini karena rasa tak bersalahnya itu membuat egonya keluar dan menganggap kentutnya adalah hal yang sepele.

Padahal akibat perbuatan yang dianggapnya sepele itu dapat berdampak pada orang lain, dan menunjukkan bahwa dia tidak memiliki sopan santun dan etika dengan tidak menghargai orang lain.

Meskipun terkadang sulit memberitahunya atau menegurnya dan menyadarkannya, namun demi kenyamanan bersama, maka orang seperti ini tetap sangat patut diingatkan dan disadarkan, agar dia dapat menyadari bagaimana pentingnya toleransi menghargai dan menghormati orang lain disekitarnya.

Bahwa perilakunya yang suka kentut sembarangan dikhalayak ramai itu, dapat membuat orang lain tidak nyaman dan perbuatan yang tidak memiliki sopan santun dan etika.

Oleh karena itu, berlatar dari hal yang dianggap sepele ini yaitu kentut, seyogiyanya bila memang masih bisa kentut itu dikondisikan dapat beralih tempat, maka berupaya sesegera mungkin menghindar dan beralih tempat, maka itu lebih elegan.

Jadi, menyoal kentut, demi tetap terwujudnya rasa toleransi, saling menghargai dan saling menghormati pada sesama, maka janganlah kentut sembarangan, kentutlah pada tempatnya.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun