Di Indonesia, kehadiran partai politik semestinya diharapkan mampu untuk memperkuat pilar demokrasi. Jika kinerja Parpol baik, maka pilar demokrasi akan menguat. Sebaliknya, jika kinerja Parpol buruk, maka pilar demokrasi pun akan rapuh.
Dalam pergerakan demokrasi, kehadiran Parpol memiliki peran yang sangat penting dan krusial, karena berfungsi sebagai penghimpun aspirasi bangsa, memperkuat jalinan komunikasi warganegara dengan Negara.
Parpol juga berfungsi sebagai tempat untuk membentuk calon-calon pemimpin yang akan mengisi jabatan-jabatan politik kenegaraan dan juga berfungsi mengatur konflik yang terjadi di tengah masyarakat.
Pada sisi yang lain, partai politik juga mesti mampu memberikan keteladanan dalam berdemokrasi. Termasuk Integritas para kadernya dalam menjalankan roda kepartaian, ketika, akan, dan telah menduduki jabatan politik kenegaraan.
Namun perkembangan yang terjadi di Indonesia ternyata malah semakin memprihatinkan, Parpol yang diharapkan mampu berbuat banyak bagi pilar demokrasi, secara realita yang ada, ternyata mengalami stagnasi dan kerapuhan, Parpol dinilai masih kurang kreatif dalam mengakomodir dan menerjemahkan berbagai kehendak warganegara.
Hal ini dapat dilihat dari Kurangnya figur keteladanan dari kader partai, karena ketika telah memegang jabatan-jabatan politik kenegaraan malah banyak kader tersebut tersangkut kasus korupsi.
Selain itu, ketidaktegasan parpol untuk menghadirkan kader-kader bersih yang akan diusung dalam perebutan kursi calon anggota legislatif, termasuk juga hadirnya kader-kader instan dengan kekuatan modal dan popularitas belaka, tanpa diperkuat ideologi kepartaian ataupun tanpa kaderisasi yang ketat dari partai politik.
Maka berlatar dari ini, partai politik seharusnya dapat segera berbenah dalam usaha memperkuat kembali akar demokrasi. Langkah-langkah penguatan tersebut harus segera diambil untuk menjawab berbagai kegelisahan dan keraguan publik dalam menyikapi semakin rapuhnya kinerja partai politik.
Partai politik juga harus berbenah dalam menjalankan misi politiknya, karena sampai saat ini praktek politik yang dijalankan oleh Parpol dan yang ditampilkan ke khalayak umum atau public political, ternyata semakin bias dari struktur kebermaknaan politik yang sejati.
Politik yang ada lebih condong mengedepankan idealitas yang destruktif, dialektis, dan distorsi ketimbang realisme politik, bahkan cenderung mengedepankan libidio dominance, atau hasrat hanya untuk berkuasa saja. Perkembangan politik kita berjalan di tempat, karena para elit politik maupun kadernya, masih berpatokan dengan prinsip "Menghalalkan segala cara untuk berkuasa".
Politik kerapkali memberikan suguhkan drama-drama politik yang penuh kepalsuan, layaknya tontonan yang diorganisasi sehingga berubah menjadi entertainment political atau hiburan politik dan menjadi kehilangan logika politik tuntunan yang dapat mengedukasi publik.