Presiden RI Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi berencana akan menambah lagi 6 (enam) Posisi Jabatan Wakil Menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
Terkait rencana Jokowi ini dikatakan juga oleh Kepala Staf Presiden RI Moeldoko dalam rilis resminya, yang membenarkan bahwa akan ada rencana penambahan jabatan Wakil Menteri, namun Moeldoko belum memastikan pos Menteri mana saja yang akan bersanding dengan Wamen.
Seperti diketahui juga Jokowi akan menghidupkan kembali posisi jabatan Wakil Panglima TNI dalam struktur organisasi Institusi TNI.
Mengenai rencana Jokowi ini menuai beragam tanggapan, kritikan, opini dan pertanyaan, khususnya menyoal penambahan jabatan Wakil Menteri, seurgensi apakah sebenarnya hal itu dilakukan.
Padahal 12 jabatan posisi Wamen yang sebelumnya saja dinilai terlalu banyak, dan dinilai publik masih terlalu gemuk serta dikhawatirkan semakin memperpanjang ranah birokrasi.
Namun kini justru Jokowi malah berkeinginan menambah lagi 6 posisi jabatan Wamen, sehingga total wamen yang ada menjadi berjumlah 18 Wamen dan ini juga berarti sama pada era SBY ada 18 Wamen di Kementerian.
Kemudian menyangkut menghidupkan kembali posisi jabatan Wakil Panglima TNI, kalau dianalisa dari hasil bagian program kerja  restrukturisasi TNI yang telah dijalankan juga oleh pemerintah sendiri, kiranya pengaktifan posisi strategis Wakil Panglima TNI masih dapat ditolerir.
Dengan semakin dihadapakan tuntutan tugas pertahanan yang semakin kompleks, tuntutan restrukturisasi TNI oleh pemerintah dan rantai Komando organisasi TNI maka posisi jabatan Wakil Panglima TNI bisa diterapkan dilapangan.
Seperti diketahui program kerja restrukturisasi TNI secara bertahap oleh pemerintah, telah menghasilkan satuan satuan baru TNI seperti, Kogabwilhan, Koopsus dan berbagai satuan dan jajaran baru lainnya.
Maka dikaitkan dengan tugas kedepan posisi Wakil Panglima TNI sangat berperan membantu tugas Panglima TNI dalam melaksanakan tugas tugasnya.
Tapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Jokowi juga ingin menambah sejumlah jabatan wakil menteri, apakah sudah benar benar mendesak, apakah malah tidak menyebabkan Kabinet Menteri Indonesia Maju semakin gemuk dan apakah tidak bertentangan juga dengan tujuan dan janji Jokowi untuk memangkas birokrasi?