Indonesia menganut sistem Presidensiil dan sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945 Â maka Presiden adalah sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang disumpah untuk menjalankan Konstitusi dan Undang-undang dan Peraturannya.
Presiden harus selalu mengutamakan kepentingan Negara dan rakyat diatas kepentingan Partai politik, kepentingan pribadi dan golongan.
Presiden adalah pengambil keputusan sesuai aras Konstitusi, maka sejatinya Presiden merupakan pemimpin yang berani mengambil resiko apapun demi tegaknya Konstitusi.
Disamping itu, Presiden mempunyai beberapa hak prerogatif tertentu yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak perlu meminta pertimbangan dari para Partai politik.
Maka, Presiden sesuai dengan amanah  konstitusi, telah didudukkan sebagai Pemimpin Negara dan Pemerintahan sehingga tidak perlu tunduk pada Partai politik.
Konsepsi inilah yang sejatinya menegaskan bahwa seorang Presiden itu sebenarnya adalah sebagai petugas Negara bukannya petugas Partai.
Namun di Indonesia, ada kesalah pahaman atau salah penafsiran mengenai persepsi yang menimbulkan frasa bahwa Presiden juga diargumentasikan sebagai petugas partai?
Padahal kalau menurut konstitusi sangatlah jelas bahwa terjadinya frasa Presiden sebagai petugas Partai akan mengecilkan arti sejatinya Presiden sebagai petugas Negara.
Bilamana Presiden diartikan juga sebagai petugas Partai, maka Presiden sebagai petugas Negara yang seharusnya mengemban tugas Negara tidak akan bisa fokus memimpin Negara, karena fokusnya harus terbagi dengan kepentingan Partai yang pastinya akan mengusung misi kepentingan politik praktis.
Ketika Presiden juga diartikan sebagai petugas Partai, maka dapat dimungkinkan atau patut diduga akan berpotensi melakukan tindak penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
Sehingga yang dikedepankan oleh Presiden malah bukannya untuk kepentingan Negara tapi justru lebih condong untuk mengutamakan kepentingan Partai yang menugaskannya.