Fenomena korupsi yang terjadi hingga saat ini di Indonesia nampaknya menggambarkan indikator, bahwa ternyata banyak pejabat birokrat tengah mengalami fase degradasi moral.
Hal ini dapat dilihat dengan indikator utama melalui masih banyaknya perilaku korupsi yang eksis merajalela seolah telah menjadi bagian dari roda kehidupan berbagai kalangan, mulai dari pejabat publik, pejabat pemerintahan, politisi dan kalangan lainnya.
Sungguh sangat miris dan ironi saat tindakan korupsi terus menggejala, bahkan berkembang menjadi sifat kebiasaan yang semakin mengkhawatirkan keberlangsungan pemerintahan negara.
Apalagi belum lama ini, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) para pelaku korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja terus terjadi dan banyak para pelakunya adalah para birokrat birokrat bermental bobrok.
Bahkan sebelumnya menurut sepengetahuan penulis sesuai berita yang beredar dan dari situs resmi KPK banyak sekali ratusan pejabat lainnya seperti gubernur, bupati, anggota dewan dan pejabat lainnya berhasil dijaring oleh KPK, ada yang masih proses dan ada juga yang akhirnya masuk bui.
Bayangkan saja jabatan-jabatan penting yang diemban dalam rangka menjalankan amanah rakyat di dalam pemerintahan ternyata disalah gunakan untuk perbuatan korupsi. Para pejabat yang seharusnya bertugas menjalankan amanah rakyat malah berkhianat kepada rakyat.
Inilah yang semakin memprihatinkan ditengah kondisi bangsa yang sedang dalam kondisi prihatin, justru perilaku korupsi menambah keprihatinan dan menjadi beban yang sangat berat sebagai persoalan bangsa.
Para koruptor inilah sejatinya yang menjadi beban terberat bangsa yang sesungguhnya, bukannya malah sebaliknya, justru rakyat yang dituding dan disudutkan menjadi beban bagi bangsa.
Maraknya perilaku korupsi di kalangan para birokrat, semakin menunjukkan bahwa tingkat kesadaran untuk mengelola dana publik secara transparan, terbuka dan akuntabel belum beres dan berjalan dengan semestinya.
Para pejabatnya masih larut dalam paradigma birokrat layaknya seorang bos besar, minta dilayani bukannya malah melayani rakyat, sehingga budaya suap menyuap, sogok menyogok, gratifikasi, jual beli jabatan, jual beli proyek dan sebagainya masih dianut para birokrat bermental bobrok.
Seperti ketika ada oknum yang memberikan suap dan sogokan guna mendapatkan kemudahan pelayanan cepat dan mudah, maka tak segan para birokrat menerimanya dengan senang hati.