Perkembangan situasi stabilitas keamanan dan politik di Papua dan Papua Barat yang berujung pecahnya berbagai kerusuhan di sejumlah tempat membuat prihatin rakyat Indonesia.
Isu Rasialis yang terjadi menjadi melebar yang hingga menyebabkan pecahnya berbagai kerusuhan yang terjadi di sejumlah tempat di Papua dan Papua Barat. Sehingga dugaan adanya penumpang gelap yang dengan sengaja memanfaatkan situasi membuat kondisi di Papua dan Papua Barat menjadi tidak menentu.
Bahkan terkait hal ini, Mantan Kepala BIN Sutiyoso menduga adanya keterlibatan Pihak KNPB dan ULMWP terkait kerusuhan yang telah terjadi di Papua dan Papua Barat.
Dalam pernyataan resminya kepada media Sutiyoso menyampaikan, "Di KNPB ada tentara yang dibangun, TNPB [Tentara Nasional Papua Barat]. Pimpinannya Goliath Tabuni," kata Sutiyoso dalam wawancara di Layar Demokrasi.
Sutiyoso mengatakan, dengan berkekuatan 1.300 orang, TNPB menyebarkan anggotanya dalam 35 kelompok yang disebar di seluruh Papua. Dia mencatat kekuatan persenjataan mereka sebanyak 600 pucuk senjata api, dengan 200 di antaranya merupakan standar TNI. CNNIndonesia TV, Jumat (30/8) malam.
![sutiyoso-20160707-225127-5d6a5fcc097f3601ed54f162.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/31/sutiyoso-20160707-225127-5d6a5fcc097f3601ed54f162.jpg?t=o&v=770)
Apalagi pentolan KNPB dengan tegas menyatakan sikapnya melalui akun Facebook miliknya, Victor secara tegas menolak segala upaya rekayasa Pemerintah Indonesia melalui dialog konstrukif dan tawaran-tawaran kesejahteraan bersama para elit oportunis Papua di Jakarta.
Victor juga menyatakan  rakyat Papua tanpa dihasut ingin menentukan nasib politiknya sendiri melalui referendum yang damai, jujur dan demokratis.
Sehingga apa yang menjadi dugaan Sutiyoso tersebut bisa menjadi faktor yang juga turut berperan akan terjadinya kondisi yang tidak menentu di Papua dan Papua Barat.
![Kondisi Papua saat kerusuhan | Dokumen Kompas.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/31/5d6780602e6c0-5d6a5f3d0d82305cb501e392.jpeg?t=o&v=770)
Meskipun dalam hal ini Wiranto tidak menyebutkan secara spesifik siapa pihak penumpang gelap teraebut, namun kalau melihat situasi yang terjadi, maka jelaslah sudah ada pemanfaatan situasi terkait masalah rasialis yang menjadi awal terjadinya kerusuhan oleh kedua pihak tersebut.
Bahkan dapat dilihat lagi sesuai fakta yang terjadi, dengan adanya demonstrasi yang terjadi di didepan Istana Negara, para pendemo dengan atribut bendera Bintang Kejora dengan lantangnya menyuarakan referendum dengan tujuan penentuan nasib sendiri, dan intinya ingin Papua merdeka.
Patut dicatat Bendera Bintang Kejora adalah bendera yang dimiliki oleh para separatis yang ada di Papua, sehingga sangat jelaslah sudah isu Rasialis benar-benar dimanfaatkan sebagai dasar utama pihak penumpang gelap untuk kembali menggugat Indonesia agar Papua Merdeka.
Presiden Jokowi dalam rilis resminya juga mengatakan akan menindak tegas pelaku rasialis dan kerusuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat serta akan mengupayakan upaya dialogis kepada berbagai pihak terkait Papua dan Papua Barat.
![Presiden RI Ir. H. Joko Widodo | Dokumen Merahputih.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/31/358b62a3bbe0b64e82e981268076b294-5d6a6008097f367ae617ca83.png?t=o&v=770)
Tidak bisa ditawar dan dipertanyakan lagi kenapa harus dilakukan langkah tersebut, karena yang terjadi di Papua dan Papua Barat ada beberapa kubu yang berselisih yaitu yang berdemonstrasi menentang pemerintah dengan memanfaatkan pengembangan isu alasan rasialis , dan kubu yang tidak ingin adanya demonstrasi yang membuat kisruh dan rusuh.
Dari latar belakang sejarah Papua bukanlah dianeksasi oleh Indonesia, tapi melalui perjalanan perjuangan yang panjang dan keinginan nurani masyarakat Papua melalui referendum yaitu PEPERA atau penentuan pendapat rakyat.
Meskipun ada beberapa gelintir yang tidak setuju saat itu seperti KNPB yang berdiri tahun 1961, namun dari faktanya sebagian besar warga Papua menyatakan bergabung dengan Indonesia. Maka perlu digaris bawahi, Papua bukan di aneksasi.
Sering sejalan perkembangan separatis di Papua semakin meningkat dengan berbagai upaya propaganda berbagai pihak yang tidak menginginkan Papua bersama Indonesia mengaburkan fakta sejarah tersebut.
Kemunculan UMLWP tahun 2005 yang menginginkan Papua Merdeka semakin menambah gerakan separatis yang menginginkan papua merdeka.
Maka perlu ditegaskan Hasil PEPERA yang mendasari tentang sejarah Papua dan Papua Barat, ditinjau secara politis dan yuridis, konteks hukum adat, konteks hukum nasional, maupun hukum internasional realita kenyataan dan fakta yang final, mutlak dan telah berkekuatan hukum tetap.
Papua sebagai bagian Integral wilayah NKRI adalah final, mutlak dan memiliki kekuatan hukum tetap sesuai dengan aspek hukum nasional maupun aspek hukum internasional.
Oleh karena itu, jangan sampai saudara saudara kita di Papua dan Papua Barat lepas dari NKRI kita, jangan lengah akan upaya pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI.
Indonesia perlu belajar dari lepasnya Timor timur, yang kini telah jadi mantan saudara kita, tentunya terkait Papua dan Papua Barat juga begitu.
Papua dan Papua Barat adalah saudara sebangsa dan setanah air, mari kita dukung segala upaya Pemerintah, TNI, Polri dan pihak terkait lainnya untuk tetap menjaga tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama ini.
Hanya berbagi.
Sigit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI