Bersamaan dengan itu Edhi Sunarso juga mendapat amanah tugas untuk membuat diorama di Monumen Nasional (Monas). Berbekal dari berbagai tulisan yang disusun oleh 18 orang sejarawan senior.
Maka Bapak Edhi Sunarso kemudian membuat diorama sejarah perjalanan bangsa Indonesia secara kronologis diawali saat masa prasejarah dan sebagai penutupnya adalah diorama yang menggambarkan bergabungnya Irian Barat ke dalam pangkuan ibu pertiwi NKRI.
Namun belum lagi selesai proses pengerjaan segmen terakhir diorama Monas, saa itu pecah sebuah peristiwa yang mengguncang NKRI yaitu terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menyebabkan terjadinya peralihan kekuasaan.
Pada akhirnya penguasa Orde Baru kemudian mengisi bagian akhir dari diorama tersebut dengan peristiwa yang menggambarkan seputar penyerahan Surat Perintah 11 Maret 1966.
Pada masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, Bapak Edhi Sunarso kembali mendapat mandat untuk membuat Patung Dirgantara.
Patung tersebut merupakan wujud apresiasi Presiden Soekarno terhadap perjuangan para pahlawan kedirgantaraan Indonesia. Patung tersebut rencananya akan ditempatkan diperempatan Pancoran.
Akan tetapi saat itu proses pengerjaan Patung Dirgantara mengalami kendala masalah anggaran, ini disebabkan karena saat itu Bung Karno sebagai sponsor utama telah kehilangan kekuasaannya.
Kendala itupun disampaikannya kepada Bung Karno saat bertemu di Istana Bogor pada tahun 1970. Maka agar dapat mengatasi masalah tersebut Bung Karno memerintahkan stafnya untuk menjual mobil pribadinya dan hasilnya digunakan untuk penyelesaian Patung Dirgantara.
Namun Bung Karno sendiri tak sempat melihat patung Dirgantara tersebut Bung Karno wafat sebelum Patung Dirgantara selesai. Meskipun telah ditinggalkan oleh sosok yang menjadi idola dan inspirasinya, Bapak Edhi Sunarso tetap berkarya sebagai pematung.
Bapak Edhi Sunarso tutup usia pada tanggal 4 Januari 2016 silam meskipun demikian karyanya akan tetap abadi dan selalu dikenang oleh bangsa Indonesia.