Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisa, sintesa, evaluasi. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional/akal. (Berbagai sumber).
Jadi kenapa saat kebandelan itu dilakukan ternyata kita sedang menggali wawasan rasa ingin tau, seperti kebandelan saya saat nyemplung bak mandi, ternyata saat itu saya perlahan saya membentuk daya pikir saya, untuk mengetahui gimana sih rasanya, asik gak sih, seneng gak sih.
Meskipun saya tau juga, kalo ketauan mesti dimarahi orang tua, ini sebenarnya anak sedang belajar mengetahui hukum sebab akibat, dan menganalisa ternyata kalo berbuat begitu akibatnya tentunya ada.
Melalui kejadian itu kita jadi tau ternyata kalau berbuat seperti itu tidak baik, kemudian ada bentuk pemahaman, "lain kali gak lagi deh mainan air dan nyemplung bak", dan ternyata otomatis ada bentuk evaluasi dari dalam diri untuk tidak mengulanginya lagi, dan ada unsur warning kalau masih diulangi maka akibatnya akan sama bahkan lebih berat hukumannya.
Dan ini berlaku sama halnya dengan kebandelan maupun keisengan lainnya, meskipun berbeda kasus namun pembentukan kemampuan berpikir rasional logis dan nalar sedang terbentuk. Ada tahap sintesa, perubahan pola berpikir secara naluriah dan terus bertumbuh kembang sesuai bertambahnya usia.
Jadi, bentuk kebandelan, kenakalan, keisengan, keusilan anak saat masih usia belia itu tidak perlu dikhawatirkan, tinggal bagaimana orang tua memberikan bentuk pola asuh yang mendidik, penuh kasih sayang, agar anak bertumbuh kembang semakin cerdas dan baik melalui potensi naluriah kognitifnya.Â
Semoga bermanfaat.
Sigit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H