Bangunan super megah Bandara Kertajati di Majalengka
yang konon katanya merupakan bandara terbesar 2 di Indonesia. Ternyata sampai dengan saat ini kondisinya sepi sehingga bisa dibilang kondisinya bagai hidup segan mati tak mau.
Bandara yang berdiri di atas lahan yang diperkirakan sekitar 20.000 hektar lebih, dengan biaya yang menelan Anggaran sebesar Rp 3 triliun untuk membangun bandara ini pun dinilai sia-sia belaka.
Dananya sendiri tak sepenuhnya bergantung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena pemerintah menggunakan skema kemitraan dengan pihak swasta.
Sempat ditargetkan selesai akhir 2017 namun berbagai kendala menghampiri pembangunan proyek ini. Namun, pemerintah baru bisa memastikan proyek dapat selesai di tahun 2018.
Dari aspek sosial ekonomi bandara yang berdiri di tengah areal persawahan yang sangat jauh dari pusat industri dan perdagangan, ditambah lagi dengan minimnya fasilitas penunjang seperti hotel, pusat perbelanjaan, sarana transportasi publik dan semacamnya seolah semakin menambah suramnya masa depan Bandara ini.
Sejak diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 24 Mei 2018 lalu Bandara ini kini seolah-olah menjadi Bandara mati. Jarang sekali penumpang datang hilir mudik dan bahkan hampir tak ada penumpang yang datang karena akses menuju ke lokasi Bandara yang begitu jauh dari berbagai akses didaerah.
Padahal Presiden Jokowi cukup optimis dan semangat tentang masa depan Bandara Kertajati ini, seperti yang diutarakannya bahkan menurutnya pengoperasian Bandara ini kedepan bisa meningkatkan sosial ekonomi di Jawa Barat bagian Utara.
"Kita berharap Bandara Kertajati di Majalengka ini nantinya betul-betul jadi sebuah bandara yang bisa memberikan kelancaran pada seluruh warga Jabar dan tentu saja seluruh masyarakat Indonesia ingin ke Jabar. Selain, ini kita juga berharap ada dampak ekonomi baik di Kabupaten Majalengka maupun Provinsi Jabar secara keseluruhan," Ungkap Presiden Jokowi kala itu.
Namun sangat miris sekali semuanya tak sesuai harapan Presiden Jokowi, saat ini kondisi Bandara Kertajati sungguh memprihatinkan.
Seperti diberitakan berbagai sumber Bandara yang supermegah ini masih hanya diisi oleh satu rute penerbangan yang masih bertahan hingga saat ini dari 11 rute yang ada. Rute penerbangan tersebut diisi oleh maskapai plat merah, yakni PT Garuda Indonesia
Itu pun okupasi penumpang hanya 30% saja. Hanya ada 10-20 penumpang setiap terbang. Sudah bisa dipastikan maskapai rugi besar
Ini menjadi suatu yang ironi dihadapkan dengan pengeluaran biaya operasional bandara per bulan yang mencapai 6 M. Sedangkan pendapatan hanya 500-600 jutaan yang berarti tidak sampai 10 % nya saja, tentu saja ini merupakan suatu kerugian atau lebih parah lagi nombok.
Letak Bandara yang begitu jauh dari akses berbagai kota seperti misalnya dari Kota Bekasi atau Bandung jarak yang ditempuh masih sekira 100 km lebih, belum lagi kalau macet harus ditempuh dalam 3-4 jam perjalanan. Ini Berarti penumpang harus minimal berangkat 6-7 jam sebelum penerbangan pesawat.
Calon penumpang pasti bakalan berpikir dua kali menuju Bandara Kertajati, karena merupakan hal yang tidak efisien secara waktu maupun finansial, ditambah lagi kondisi lama dan lelah di jalan sebelum proses check in.
Sepinya dan Rendahnya intensitas penerbangan di Kertajati juga menjadi catatan penting terhadap Pemerintah tentang program infrastruktur yang terkesan konsepnya kurang termanajemen dengan baik, seolah-olah untuk Membangun itu begitu menggampangkan, namun perencanaan kurang matang, yang penting hajar dulu nanti baru di pikir belakangan.
Apalagi Dilihat dari segi kapasitasnya, Bandara Kertajati masih kalah jauh dibandingkan dengan sejumlah bandara lain di Indonesia. Parking stand Kertajati hanya bisa untuk 10 pesawat. Sangat jauh dari idealnya sebuah bandara besar, dibandingkan dengan bandara di Yogyakarta yang memiliki kapasitas parking stand 22, Surabaya 44, Balikpapan 18, Semarang 16, Makassar 37, dan Cengkareng 106.
Berbagai permasalahan bisa saja memicu opini-opini yang mengkritisi Bandara Kertajati dari berbagai kalangan bahkan yang lebih tajam lagi terbentuk opini bahwa pembangunan ini sarat dengan unsur politis.
Melihat kondisi nyata yang terjadi sampai dengan saat ini, sudah sangat perlu sekali pihak-pihak yang berwenang seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pihak berwenanng lainnya harus mencari formulasi jalan keluar yang tepat agar kondisi Bandara Kertajati yang memprihatinkan ini tidak berlarut-larut.
Ini tidak bisa dipandang sebelah mata, haruslah bijak dan serius pasalnya anggaran yang telah dikeluarkan tidaklah sedikit, bahkan ada uang rakyat disitu. Jangan sampai ini menjadi pemborosan anggaran dan buang-buang anggaran yang berujung sia-sia dan percuma.
Padahal disatu sisi masih banyak program lain yang berskala prioritas untuk kesejahteraam rakyat. Semoga saja ini dapat menjadi perhatian pemerintah Negara Indonesia ini agar segera menindak lanjuti permasalahan mengenai Bandara Kertajati ini. Sehingga apa yang menjadi tujuan awal dapat tercapai sesuai harapan.
Referensi artikel dari berbagai sumber.
Semoga bermanfaat.
Sigit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H