Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polemik Capres Petahana Timbulkan Wacana Periode Presiden

17 Juni 2019   15:02 Diperbarui: 17 Juni 2019   16:34 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wacana amandemen UUD 45 | Kompas.com

Polemik Capres Petahana Timbulkan Wacana Amandemen Pasal 7 dalam UUD 1945 Tentang periode Presiden. Seperti diketahui Pasal 7 dalam UUD 1945 menyatakan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun. Sesudahnya mereka dapat dipilih dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Melihat realita yang berlangsung sampai dengan saat ini, semenjak SBY menjadi Presiden dua kali berturut-turut dan kali ini Jokowi juga diambang menjadi Presiden dua kali berturut-turut, menimbulkan munculnya wacana untuk mengamandemen pasal 7 dalam UUD 1945.

Pasalnya apapun alasannya sebagai Petahana, Capres memiliki keuntungan tersendiri yaitu sebagai Presiden yang masih menjabat. Tentunya hal ini menimbulkan kontestasi yang tidak seimbang dengan lawan politik yang mengusung Capres lainnya.

Banyak celah-celah yang bisa dimanfaatkan dalam menguntungkan dan menguatkan posisi Petahana karena posisinya juga sebagai Presiden. Jadi dalam hal ini agak sulit menentukan posisi dimana sebagai Capres dan dimana sebagai Presiden.

Contohnya, peluncuran program populis jelang perhelatan Pemilu ,di satu sisi sebagai Presiden, hal tersebut tidak menyalahi aturan yang berlaku namun disatu sisi menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap elektabilitas sebagai Petahana, karena dapat menguatkan posisi Petahana.

Bisa baca berita ini dan ini.

Hal ini bisa saja ditudingkan merupakan kampanye terselubung tapi tidak bisa di kaitkan dengan hukum bahwa itu merupakan pelanggaran Petahana, karena program itu diluncurkan sebagai Presiden jadi tidak ada kaitannya dengan Petahana sebagai Capres. Dan masih banyak lagi sebenarnya yang bisa dimanfaatkan selain peluncuran program saat jelang Pemilu.

Inilah sebenarnya celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh petahana sebagai Presiden. Oleh karena itu berlatar dari dua kali persaingan yang terjadi antara Petahana dan lawannya nampaknya sangatlah sulit untuk pesaing Petahana memenangkan Pilpres, sehingga wacana menggulirkan amandemen pasal 7 UUD 45 oleh berbagai kalangan yang menyuarakan, seyogyanya perlu dipertimbangkan.

Bukan tidak mungkin kedepan bila terjadi lagi kontestasi Pilpres yang harus berhadapan dengan Petahana hal ini akan terus terjadi berulang atau bahkan yang lebih parah lagi Petahana akan melawan kotak kosong.

Jadi dengan timbulnya wacana mengamandemen pasal 7 uud 45 dengan perubahan periode Presiden dan Wapres 7 tahun atau 8 tahun dan selanjutnya tidak bisa mencalonkan lagi, menurut berbagai pendapat yang diutarakan bahwa hasil kontestasi Pilpres berikutnya akan lebih demokratis dan hemat biaya. Persaingan juga akan lebih seimbang diantara masing-masing Paslon Pilpres yang diusung.

Berita terkait dengan opini masing-masing dapat dibaca di sini dan di sini.

Tentunya mengamandemen pasal 7 dalam UUD 45 tidak semudah membalik telapak tangan, sangat perlu dikaji masak-masak sudah sangat perlu atau tidaknya tergantung oleh pihak-pihak yang berwenang. Namun hal ini bukan tidak mungkin dapat dilaksanakan, karena UUD 45 sendiri sudah beberapa kali mengalami amandemen.

Semoga ada harapan agar ke depan ada solusi yang lebih bijak mengenai polemik Petahana sebagai Capres, sehingga dapat menjadikan keberlangsungan demokrasi di negera Indonesia ini dapat terlaksana lebih demokratis lagi. Semoga bermanfaat.

Sigit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun