Sebagian besar kita mungkin masih ingat saat guru menyuruh kita membaca satu paragrap tulisan pada buku pelajaran sekolah, kemudian setelah membaca selesai kita lakukan, apa yang kita baca tersebut dijelaskan oleh guru, kemudian tak lama selesai menjelaskan giliran teman sekelas kita yang membaca paragrap lainnya, selanjutnya guru menjelaskan kembali apa yang dibaca teman kita dan begitu seterusnya.
Apa yang dilakukan guru tersebut sangat jarang sekali ditemukan didunia pendidikan saat ini, bagaimana guru mengajarkan budaya membaca terlebih dahulu agar kita juga terdidik untuk selalu rajin membaca, karena membaca hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang kritis. Bahkan saat ini di media sosial ataupun blog disinyalir banyak dari kita membaca hanya maksimal 15 persen tulisan sesudah itu berkomentar atau bahkan membaca judulnya saja langsung berkomentar tanpa mengetahui isinya.
Bila melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia masih menduduki peringkat bawah dalam budaya membaca masyarakat Indonesia sangat rendah sekali dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini dapat dilihat dari data UNESCO yang mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, pada setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang mau membaca serius.
Membaca dapat dikatakan sebagai jendela dunia adalah salah satu kegiatan yang perlu mendapat perhatian ekstra karena dengan banyak membaca maka akan memiliki wawasan yang luas. Banyak tokoh yang sukses karena mengaku gemar membaca seperti Theodore Roosevelt beliau kecepatan membacanya 1000 kpm (kata per menit) dan mengaku selama menjabat sebagai presiden dan tinggal di gedung putih sehari selalu menghabiskan rata-rata 3 buku. tokoh yang lain adalah Indira Gandhi kecepatan membacanya juga 1000 kpm dan masih banyak tokoh dunia yang hobi membaca. Tokoh-tokoh dunia ini mengaku mereka bisa sukses karena banyak membaca.
Membaca apapun, baik koran, majalah dan literatur lainnya akan meningkatkan ilmu, hal ini berdampak pada rasa percaya diri saat berada di tengah masyarakat, membaca tidak hanya menambah ilmu pengetahuan, tetapi juga memperluas pergaulan di masyarakat kebiasaan membaca harus dijadikan sebagai sebuah gaya hidup dan kebutuhan bagi setiap orang.
Maka berlatar dari ini sangatlah perlu untuk menggiatkan budaya membaca atau membudayakan kegiatan literasi dengan sungguh-sungguh dan sifatnya berkelanjutan sejak dini. Budaya membaca atau literasi perlu dikembangkan sejak dini khususnya pada dunia anak-anak dengan membaca buku-buku yang menarik seperti misalnya berupa buku fiksi. Buku fiksi biasanya akan mempercepat daya tangkap pikiran dan budaya baca pada anak-anak.
Selain itu Hal-hal tersebut mendorong untuk belajar dan memperoleh kosa kata baru, dan terus berlanjut. Sehingga dapat membangun empati dalam diri setelah membaca. Sampai akhirnya mendapati bahwa membaca adalah sebuah kenikmatan dan hobi serta akan menjadi kecanduan untuk selalu membaca.
Dewasa ini anak-anak sangat minim memahami pentingnya budaya membaca sebagai dasar dari pengembangan informasi, dan tentunya berkaitan dengan ini budaya membaca dan literasi sangat perlu dijadikan gaya hidup dan ini menjadi tanggungjawab bersama, bukan hanya tugas pemerintah saja.
Jadi, sangat besar harapan dengan budaya membaca menjadi gaya hidup, dapat menciptakan manusia cerdas karena kemampuan membaca merupakan pondasi penting dalam belajar, keterampilan membaca membantu lebih mudah dalam menalar.
Oleh karena itu, dengan melihat data betapa rendahnya minat baca pada anak-anak sudah seharusnya kita mendukung pemerintah dan turut berperan serta dalam mewujudkan Indonesia Emas dalam mempersiapkan generasi abad 21 yang mampu bersaing dengan negara-negara maju di dunia ini.
Sigit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H