Situasi politik usai pemilu lalu dan hingga jelang ramadan  ataupun hingga ramadan, nampaknya semakin memanas saja, isyu isyu people power ataupun elemen off surprise yang dihembuskan oleh Amien Rais bukanlah hal yang dapat disepelekan.
Seperti pendapat yang diungkapkan Amien Rais pada Publik yang telah dirilis diberbagai media tentang Pemilu 2019 ini telah terjadi kejahatan yang terukur, sistematik, masif, brutal, hingga barbar. Amien menyebut KPU sendiri tak bisa mengendalikan sistemnya.
Dan pada akhirnya Amin Rais mencetuskan akan ada element of surprise, kejutan tentang bukti bukti berbagai tindak kecurangan dan pelanggaran yang terjadi hingga saat ini tentang pemilu, menurutnya gerakan people power ini memiliki tiga jenis, yaitu gerakan jangka pendek (short term), jangka menengah (middle term), hingga jangka panjang (long term).
Amin Raies menyebutkan beberapa gerakan lain, seperti gerakan rakyat menjatuhkan kepemimpinan Nicolae Ceaucescu di Rumania, gerakan yang dipimpin Ayatollah Khomeini di Iran hingga kejatuhan Presiden Soeharto 1998 silam, gerakan people power dilakukan dengan menolak hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum, yang akan dilakukan pada 22 Mei mendatang.
People power adalah penggulingan kekuasaan seperti tentang kekuasaan presiden yang didaulat turun secara paksa melalui aksi demonstrasi rakyat, atau kata lainnya merupakan kekuatan rakyat hal ini dilakukan dengan cara seluruh rakyat turun ke jalan agar Presiden melektakkan jabatannya karena dinilai telah melanggar konstitusi atau melakukan penyimpangan.
Andaikata people power terjadi apakah ada jaminan negeri ini tidak kacau balau, rusuh dan paling parah pertumpahan darah. Hal inilah yang patut di jadikan pertimbangan dan diwaspadai, memang people power adalah gerakan berdasarkan hati nurani rakyat, tapi yang menjadi kecemasan dan kekhawatiran itu, ketika people power memuncak menjadi chaos, mau jadi apa negeri ini?
Sejarah memang membuktikan Indonesia pernah mengalami people power yaitu saat Gerakan people power untuk menurunkan Presiden Soeharto yang dipicu oleh demo besar besaran mahasiswa dan rakyat pada Mei 1998 yang menuntut reformasi dan perubahan. Gerakan rakyat Indonesia tak terbendung lagi. Mereka menuntut perubahan hingga turun ke jalan. Dari sanalah lahir Orde Reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia.
Kemudian sejarah juga membuktikan bahwa People power juga pernah terjadi di Filipina saat Pilpres Filipina yang digelar tanggal 07 Februari 1986. Capres oposisi Nyonya Corazon Acquino melawan petahana Ferdinand Marcos.
Berbagai laporan kecurangan pun mengemuka, para teknisi komputer dari komisi pemilihan umum Filipina mundur karena tidak mau mencurangi hasil pilpres untuk menguntungkan petahana.
Sehingga Peristiwa ini menyulut kobaran api demonstrasi anti pemerintah. Rakyat turun ke jalan memprotes kecurangan yang membuat Ibukota Manila lumpuh selama empat hari 22-25 Februari 1986, Â jumlah demonstran yang awalnya ribuan, meningkat jadi atusan ribu dan terus bertambah, hingga diperkirakan jutaan orang turut dalam aksi gerakan sipil tanpa senjata, yang kemudian dikenal sebagai gerakan People Power tersebut.
Akhirnya pada tanggal 25 Februari 1986 malam, Marcos menyerah. Ia dan keluarganya kemudian mengasingkan diri ke Hawaii, AS. Pemimpin oposisi Corazon Acquino pun dilantik sebagai Presiden Filipina melalui sebuah upacara sederhana di Club Filipino. Sebuah club yang jaraknya satu kilometer dari jalan tempat pusat berkumpulnya massa.
Situasi saat ini di Indonesia agak sedikit mirip, apakah kelak Ramadan ataupun kapan saja waktu people power ini akankah terjadi, apakah ini adalah bom waktu yang siap meledak, entahlah. Semoga saja ini nanti tidak terjadi, semoga saja para negarawan dan rakyat Indonesia bijak dan dewasa.
------
Referensi : Berbagai sumber
Sigit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H