Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dampak Bullying terhadap Anak akibat Kacamata Tebal

4 April 2019   22:15 Diperbarui: 12 Juli 2019   20:27 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan mata anak, Tribunnews.com


Ketika anak sudah berkacamata, apalagi dihadapkan dengan minus yang banyak sehingga kacamata jadi terlihat tebal bisa menjadi masalah pada pola perkembangan psikologis dan mental anak.

Dari disiplin ilmu kedokteran, masalah pada kesehatan mata berasal dari 2 faktor yaitu keturunan dan pola hidup yang tidak tepat menggunakan mata. Namun yang terjadi kebanyakan adalah karena pola hidup menggunakan mata, sehingga banyak orang dan anak-anak harus menggunakan kacamata.

Bercermin dari hal itu, saya berbagi tentang pengalaman saya dengan kacamata, pengalaman jujur saya ini semoga bisa jadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Saya sudah menggunakan kacamata sejak usia 8 tahun pada saat kelas 2 SD dan tidak tanggung-tanggung minus yang saya alami adalah minus 8. Hal ini membuat saya harus berjuang keras menghadapi kenyataan dengan teman sebaya saya baik di lingkungan dan sekolah.

Saya harus tegar dan tabah menghadapi ejekan dan bullying dari teman sebaya dan orang sekitar, seringkali saya di-bully layaknya orang paling aneh sedunia. Kata-kata seperti,

"Ih ada superboy lewat, awas superboy lewat"
"Ih itu pantat botol atau kaca pembesar sihh"
"Wah kamu masih kecil aja sudah kacamata tebel, tuanya gimana yah, tambah ga bisa liat kali"
Dan semua ini disertai tertawa bernada ejekan.

Itulah pengalaman yang seringkali saya alami saat masih kecil sudah berkacamata. Penyesalan selalu di akhir, dan mata saya sudah terlanjur rusak tapi saya masih bersyukur masih bisa melihat walaupun hingga kini saya tidak bisa lepas dari kacamata saya.

Kesehatan mata anak, Tribunnews.com
Kesehatan mata anak, Tribunnews.com
Berangkat dari ini, mari kita selamatkan mata anak-anak kita agar apa yang pernah saya alami tidak terjadi pada anak kita, terlepas dari siapa yang salah apakah saya atau orang tua saya, semoga saja ini bisa diambil hikmah.

Sungguh begitu menyakitkan dan sangat berpengaruh atas dampak yang terjadi secara psikologis dan mental akibat mata rusak dan harus berkacamata tebal. Buktinya saya masih ingat pengalaman pahit itu. Rasa malu, minder, tersakiti, dongkol, benci dan marah membuncah dalam benak pikiran dan bisa dibayangkan bagaimana mental dan psikologis saya saat seusia itu harus menerima bullying yang begitu menyakitkan.

Berkaca dari semua ini, marilah dari sekarang ini kita selamatkan mata anak-anak kita dari ancaman kerusakan penglihatan akibat perangkat elektronik seperti gawai, laptop, komputer, TV, ataupun perangkat lain yang dapat mengancam kesehatan mata anak-anak kita.

Artikel lainnya.

Untuk kesehatan mata anak, mari selamatkan mata anak kita, karena mata adalah jendela dunia.

Salam.

Sigit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun