Mohon tunggu...
Sigit Widodo
Sigit Widodo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Saya Menolak Timur Pradopo?

21 Oktober 2010   08:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:14 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun tidak adanya gerakan perlawanan masif dari alumni Trisakti cukup membuat sedih. Seorang sahabat berkomentar, “Wongkampusmu nggak kompak”. Betul, kami memang tidak pernah kompak, bahkan saat 12 Mei 1998 sekalipun. Tapi kesunyian ini tetap merobek nurani. Ditambah kesunyian media massa mainstream, semakin lengkap rasanya.

Saya tentu tidak serta-merta menuduh Timur paling bertanggung jawab pada tragedi 12 Mei 1998. Apalah artinya melati dua di percaturan politik Indonesia saat itu? Cuma kroco tidak penting.

Namun sebagai mantan Kapolres Jakarta Barat, Timur tetap harus bertanggung jawab. Apalagi Timur menolak hadir dalam investigasi yang dilakukan Komnas HAM beberapa tahun sesudahnya. Elakan dengan mengatakan ketidakhadirannya disebabkan larangan institusi tidak pernah dikejar lagi oleh anggota DPR, yang memang cuma tukang stempel itu.

Buat saya, seorang yang tidak berani bertanggung jawab dan melempar kesalahan pada institusi tempatnya bekerja, jelas bukan seorang pemimpin. Ditambah pengalamannya melanggar HAM dengan dalih menjalankan tugas, bayangkan sifat institusi yang akan dipimpinnya kelak. Bahkan Timur dengan enteng menyatakan kalau laskar Front Pembela Islam (FPI) yang beberapa kali melakukan tindakan anarkis dan pelanggaran hukum, bisa membantu menjaga keamanan. Wow! Saya langsung terbayang laskar Schutzstaffel di Jerman pada masa pemerintahan Hitler.

Bagaimanapun, mengutip SBY, “sistem telah bekerja”. Secara konstitusional, Timur tinggal dilantik menjadi Kapolri. Sampai saat ini saya masih berharap Polri akan terus bertransformasi menjadi penjaga keamanan dan HAM sejati di republik tercinta. Saya juga masih bercita-cita, hukum sipil segara diterapkan pada militer, dan Polri menjadi pengawalnya.

Haruskah saya akhiri tulisan ini dengan memberikan selamat kepada Komjen Timur Pradopo, yang tak lama lagi akan menjabat Kapolri dengan bintang empat bertengger di pundaknya? Maaf, Jenderal. Saya tetap tidak rela.

* Mahasiswa Universitas Trisakti 1993-1998 www.widodo.net

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun