Seperti yang sudah jamak diperkirakan, ia tidak kembali. Ai sempat mengirim pesan untuk bernegosiasi mengenai tanggal kembali, namun kami sudah terlanjur kesal karena ia melanggar janji. Jadi kami diamkan SMS-nya. Setelah agenda kami kelar, kami memutuskan untuk mencari ART lain.
Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya muncullah seorang gadis muda, bahkan terlalu muda, untuk menjadi ART. Karena terlalu muda dan belum berpengalaman, kinerjanya lebih banyak menimbulkan keluhan ketimbang pujian. Sampai-sampai anak kami yang terkena dampaknya dan harus diopname di rumah sakit. Mempertimbangkan segala hal, kami akhirnya memutuskan untuk kembali memanggil Ai. Rencanya ia akan kami perkerjakan murni sebagai infal saja, hitung-hitung men-training ART yang saat ini kami pekerjakan.
Bukan hanya kepulangannya terdahulu, kali ini kedatangan Ai lagi-lagi bikin pusing. Pada saat tiba, ia kehilangan tas yang berisi semua barangnya. Sebuah miskomunikasi menyebabkan ada seorang penumpang lain di mobil travel keliru mengambil tas. Akibatnya Ai praktis datang tanpa barang apapun, kecuali ponsel di tangannya. Barang-barangnya tak mungkin diambil pada saat itu karena jarak yang sangat jauh. Akhirnya untuk hari-hari kemudian kami meminjamkan charger, pakaian dan juga membelikan baju-baju pengganti.
Selesai satu hal, muncul hal lain. Untuk mengurangi kemungkinan pertengakaran antara Ai dan ART, kami dengan tegas membagi tugas mereka, Aikhusus memegang anak kami dan ART mengurus bagian beres-beres. Ternyata, keadaan tidak berjalan baik. Ai yang lebih tua mulai bersikap “bossy” terhadap ART kami yang sangat muda, sehingga ART kami kerap terpergok sedang menangis, atau di lain waktu matanya sembab. Beberapa kali mereka bedua dinasihati untuk bekerja sama, namun kejadian tersebut terjadi lagi dan lagi. Puncaknya, sebuah kecelakaan terjadi.
Kecelakaan yang terjadi kepada anak kami. Menurut keterangan ART muda kami, saat itu anak kami selesai dimandikan dan ia sendiri pun lalu mandi, karena yang kemudian memakaikan baju adalah Ai. Tak lama berselang terdengar jeritan keras anak kami dan ART kami bergegas keluar kamar mandi untuk melihat apa yang terjadi. Yang terjadi adalah bibir anak kami mengalami luka sobek dan terus mengeluarkan darah.
Menurut cerita Ai, ia sedang memakaikan baju dan anak kami entah bagaimana terjatuh dan mulutnya menghantam “mainan kuning” yang sedang dipegangnya. Hingga kini tidak jelas “mainan kuning” apa yang dimaksud. Sontak saja anak kami menolak untuk dipegang oleh Ai dan lari ke pelukan ART kami. Panik karena tak tahu apa yang harus dilakukan, ART kami menelepon ART yang bekerja untuk keluarga adik saya dan solusinya ia mengambil ice pack di freezer dan mengompres luka anak kami.
Dalam keadaan serba panik tersebut, Ai tak henti mengecek ponselnya di nomor +62 857 5942 3371, rupanya ada yang dikhawatirkannya selain keadaan anak kami. Tak berapa lama di luar rumah terdengar suara mobil berhenti. Ai lalu mengintip-intip dari kaca jendela dan berkata dengan sumringah, “Untung bukan si Ibu, itu mobil travel!”. Kemudian dalam waktu singkat ia berkemas dan pergi bersama mobil travel yang menjemput, meninggalkan anak kami tanpa tanggung jawab. Rupanya beberapa waktu sebelumnya Ai sudah merencanakan untuk kabur dari rumah.
Setelah keadaan tenang, ART kami menceritakan bahwa lama sebelum pergi Ai sempat membongkar barang-barang di gudang dan mengambil beberapa barang. Ia juga membuka-buka kardus titipan orang dan bertanya pada ART kami, “Si Ibu ingat gak yah isi kardus ini?”. Rupaya ia juga mengambil beberapa barang dari kardus tersebut. Lebih jauh rupanya ia juga mencuri tas tangan yang tersimpan rapi di kontainer milik adik kami. Aiyang datang nyaris tanpa membawa apapun, ternyata kabur dengan gembolan besar berisi barang-barang curian yang sudah disembunyikan selama beberapa waktu.
[caption caption="AI NURLATIPAH"]