Mohon tunggu...
Gandi
Gandi Mohon Tunggu... -

Seorang yang senang menulis dan mendesain

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Musim Tidak Benitez yang Sukses

14 Mei 2016   15:40 Diperbarui: 14 Mei 2016   15:51 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Musim ini, yang sudah (hampir) berakhir, mungkin adalah sebuah musim yang paling tidak asyik untuk seorang Rafael Benitez, dari musim-musim tidak asyik yang (mungkin) pernah dijalaninya, meski ia mengawalinya dengan, ‘hebat’.

Hebat? Tentu saja, karena ia ditunjuk untuk menangani Real Madrid di awal musim. Klub bintang lima yang bertabur bintang. Ditunjuk menangani Ronaldo cs? Bukankah itu prestise untuk seorang pelatih?

Ya, Benitez bahkan mengatakan jika ia merasa sangat emosional ketika diperkenalkan ke publik sebagai pengganti Carlo Ancelotti karena ia merasa ‘pulang ke rumah’. Klub bertabur bintang adalah garansi bahwa pelatihnya berpeluang besar mencatatkan prestasi di akhir musim. Apalagi dalam CV Benitez sendiri banyak ‘terlampir’ catatan-catatan yang meyakinkan ketika menangani Valencia, Liverpool, Chelsea, atau Napoli. Bersama Liverpool, Benitez bahkan meraih trofi impian, Liga Champion musim 2004/2005.

Meski banyak yang menanyakan keputusan Real Madrid menunjuk Benitez, faktanya banyak pula yang mendukung dan meyakini bahwa Benitez akan sukses. Maka dimulailah musim kompetisi 2015/2016 oleh seorang Rafael Benitez bersama Real Madrid.

Sayang, dalam perjalanannya, kerikil di jalan Benitez bersama El Real terlampau mengganggu kinerjanya. Kerikil itu antara lain adalah isu ketidakharmonisannya dengan beberapa pemain yang tidak menyukai metode latihannya. Beberapa kali – meski Benitez dan Kapten Sergio Ramos membantahnya – ia terlibat selisih paham dengan pemain yang membuat suasana latihan maupun suasana kamar ganti jauh dari harmonis.

Selain itu ketidakpopuleran dia di mata suporter juga mempengaruhi para petinggi klub. Isu yang paling membuat kursi Benitez akhirnya bergoyang kencang adalah ketika mereka dipermalukan Barcelona 0 – 4 dalam laga El Classico jilih satu musim ini di kandang sendiri. Suporter mengkritik keras karena Benitez dianggap membawa Real Madrid menjadi tim yang inferior di depan rival sengit mereka, Barcelona.

Tekanan dari suporter juga membuat petinggi klub menekannya pula. Kursi mulai kencang bergoyang dan isu pemecatan berhembus semakin kencang. Parahnya, mereka juga semakin tercecer dalam perburuan poin di papan klasemen karena bahkan tim sekota mereka, Atletico Madrid pun menyodok mereka dalam perburuan gelar La Liga.

Selain itu, tersingkirnya Real Madrid dari ajang Copa Del Rey juga dianggap sebagai kesalahannya karena mereka tersingkir bukan karena kalah dalam pertandingan, melainkan karena dianggap tidak fair play dengan memainkan pemain yang masih terkena akumulasi kartu dalam pertandingan.

Akhirnya, setelah tak juga mampu mengangkat performa timnya, Benitez benar-benar menemui kenyataan bahwa klub tak bisa memberinya waktu lebih banyak lagi. Ia dipecat dan klub yang dianggapnya ‘rumah sendiri’ itu benar-benar bukan rumah yang nyaman dan mengerti dirinya, karena rumah itu hanya mengijinkannya ‘pulang’ selama setengah musim saja.

Di bulan Januari, ia harus ‘angkat kaki’ dari rumahnya. Mengemasi koper dan juga mimpi-mimpinya.

Tapi ia tak terlalu lama menganggur. Pada bulan Maret, Newcastle United yang sedang berjuang menghindari degradasi dan baru saja memecat Steve McClaren karena tak juga mampu mengangkat tim dari papan bawah klasemen Liga Primer memberinya pekerjaan yang bisa disebut ‘mission impossible’. Menyelamatkan Newcastle United dari degradasi dengan 10 pertandingan sisa sementara mereka baru mengumpulkan 24 poin.

Misi mustahil, ya, begitulah. Ia akan disebut ‘menorehkan keajaiban’ jika bisa melakukan itu, karena faktanya, penampilan Newcastle musim ini jauh dari kata konsisten. Mereka sering terpeleset justru ketika menghadapi sesama penghuni papan bawah.

Dan jika Tom Cruise dengan bantuan skenario dan sutradara sukses melaksanakan mission yang paling impossible sekali pun, maka yang terjadi pada Benitez adalah sebaliknya. Mission itu akhirnya benar-benar impossible untuk dilakukan. Skenario yang dibuatnya hanya mampu membawa Newcastle meraih 10 poin dari 27 poin maksimal dalam sembilan pertandingan yang sudah dijalani.

Kemenangan Sunderland atas Everton pada Kamis dinihari (12/5/2016) memastikan bahwa mereka akhirnya terdegradasi bersama Norwich City. Sisa satu pertandingan sudah tak menentukan apa pun bagi Newcastle dan terutama, bagi Benitez. Dan musim ini, yang bagi Benitez telah diawali dengan hebat, telah berakhir dengan tidak hebat.

Jika Claudio Ranieri sedang gembira karena membuat kejutan dengan menjuarai Liga Primer Inggris bersama ‘klub kecil’ Leicester City tanpa pernah ada seorang pun yang meramalnya akan sukses di awal musim, maka Benitez sedang berduka atas musim yang diramalkan akan sukses bersama Real Madrid, tapi malah berakhir degradasi bersama Newcastle United.

Itulah dua hasil berbeda yang didapat dua mantan pelatih Valencia tersebut musim ini.

Entah ke mana ia akan berlabuh musim depan. Meski ia punya kontrak dengan durasi tiga tahun dengan Newcastle United, tapi ada klausul dalam kontrak itu yang membolehkannya pergi jika Newcastle terdegradasi. Rasanya ia memang akan pergi meninggalkan Newcastle United dan meninggalkan musim ini yang tragis bagi karir kepelatihan dan nama besarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun